1.Seminar Nasional Teknik Kimia Topi Tahun 2006
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing 1.Seminar Nasional Teknik Kimia Topi Tahun 2006 by Issue Date
Now showing 1 - 20 of 37
Results Per Page
Sort Options
Item Phenomena Perpindahan Panas Pada Tangki Aerasi(2015-09-25) Rasmito, AgungSering dilakukan pada proses fermentasi menggunakan proses aerasi. Tetapi jarang yang memanfaatkan udara untuk proses aerasi tersebut sekaligus juga digunakan untuk memanaskan atau mendinginkan proses, karena faktor kurangnya data pendukung yang tersedia. Tujuan penelitian ini untuk menentukan nilai koefisien perpindahan panas volumetrik total (Ua) dan mempelajari pengaruh kecepatan pengadukan, serta kecepatan linier udara aerasi terhadap harga koefisien perpindahan panas volumetrik total tsb. Metode yang dilakukan secara umum adalah : mengalirkan udara, 70oC, dengan berbagai kecepatan linier (sebagai variabel) dalam tangki berisi air dengan suhu kamar yang diaduk dengan berbagai kecepatan (sebagai variabel). Perubahan suhu air dalam tangki diukur tiap 2 menit sampai diperoleh perubahan suhu yang konstan. Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat diambil kesimpulan bahwa, semakin besar kecepatan putar impeller maka nilai Ua semakin besar. Pada rpm yang sama nilai Ua semakin kecil untuk kecepatan linier udara yang besar.Item Proses Transesterifikasi Minyak Jarak Menjadi Gliserol Dengan Katalis Sodium Hidroksida(2015-09-25) Rasmito, AgungTransesterifikasi minyak dengan alkohol menghasilkan gliserol dan metil ester (biodisel). Reaksi tersebut antara lain dipengaruhi oleh jumlah alkohol, jenis dan jumlah katalis. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kadar gliserol terbesar dengan perubahan hal – hal yang mempengaruhi proses tersebut diatas. Dimana data yang diperoleh dipakai untuk perancangan proses (reaksi). Penelitian dijalankan pada reaktor batch, berupa labu leher tiga yang dilengkapi pemanas dan pengaduk. Kedalam reaktor dimasukkan 500 ml minyak jarak, dipanaskan sampai suhu 650C. Kemudian memasukkan methanol dalam berbagai komposisi (sebagai variabel) dan juga memasukkan sodium hidroksida dalam berbagai komposisi (sebagai variabel). Diaduk selama 1 jam. Kemudian didiamkan beberapa saat agar terjadi dua lapisan. Lapisan bawah yang merupakan gliserol dianalisa kadarnya. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa, kadar gliserol terbesar yaitu 85 % diperoleh pada saat methanol yang ditambahkan sebanyak 40 % volume dan sodium hidroksida yang ditambahkan 0,4 % berat.Item Penghematan Energi Dengan Refrigeran Hidrokarbon Sebagai Refrigeran Alternatif Pengganti Refrigeran Halokarbon Pada Perangkat Pengkondisian Udara (Air Conditioning)(2015-09-25) Aziz, AzridjalPenggunaan energi pada sistem pengkondisian udara adalah 40% - 50% dari keseluruhan konsumsi energi listrik untuk suatu bangunan. Penghematan dapat dilakukan dengan perubahan perilaku dalam menggunakan pengkondisian udara, modifikasi sistem dan tertama dengan meretrofit sistem pengkondisian udara yang menggunakan refrigeran halokarbon (R-12 dan R-22). Refrigeran halokarbon banyak digunakan pada siklus kompresi uap, memiliki kemampuan teknis cukup baik, tingkat racun dan tingkat mampu nyalanya rendah. Pertengahan tahun 1970-an diketahui bahwa klorin dari refrigeran halokarbon yang terlepas ke lingkungan dapat merusakkan lapisan ozon di stratosfir dan menimbulkan efek rumah kaca, sehingga pemakaiannya harus dihentikan dan sebagai penggantinya digunakan refrigeran hidrokarbon (HCR-12 dan HCR-22). Refrigeran hidrokarbon sebagai alternatif pengganti refrigeran kelompok halokarbon memiliki keunggulan yaitu ramah lingkungan (efek perusakkan ozon nol dan efek pemanasan globalnya kecil dan dapat diabaikan karena bersumber dari gas alam), dapat digunakan sebagai pengganti langsung pada mesin refrigerasi tanpa penggantian kompresor (drop in substitute), lebih hemat energi listrik, karena masa refrigeran yang digunakan lebih sedikit dibanding halokarbon. Uraian dalam tulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi yang memadai sehingga mendorong penggunaan refrigeran hidrokarbon di Indonesia dan diharapkan dapat menjadi pedoman dalam melakukan konservasi (penghematan) energi listrik untuk turut menyukseskan program penghematan energi nasional yang telah dicanangkan pemerintah.Item Kinetika Etanolisis Minyak Jarak Dengan Katalisator Penukar Anion(2015-09-25) BudhijantoKelangkaan bahan bakar minyak mendorong pemakaian minyak nabati sebagai bahan bakar cair alternatif yang terbarukan. Tingginya viskositas minyak nabati menyebabkan berbagai kendala pada pemakaian langsung minyak nabati sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Etanolisis minyak nabati merupakan salah satu cara yang telah terbukti mampu menurunkan viskositas minyak nabati. Reaksi ini memerlukan katalisator, supaya reaksi dapat berlangsung cepat pada suhu yang relatif rendah. Katalisator yang umum digunakan adalah larutan asam, basa, atau enzim. Kendala utama pada pemakaian katalisator homogen ini adalah pemungutan kembali katalisator. Masalah ini dapat diatasi dengan pemakaian katalisator padat, seperti penukar anion. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari kinetika etanolisis minyak nabati, khususnya minyak jarak kepyar, dengan katalisator penukar anion. Penukar anion dicampur dengan minyak jarak kepyar pada perbandingan tertentu di dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan pemanas mantel, pengaduk, termometer, pendingin balik, dan pengambil cuplikan. Campuran ini dipanaskan sampai suhu reaksi sambil diaduk. Secara terpisah, sejumlah etanol juga dipanaskan sampai suhu reaksi. Setelah suhu reaksi yang diinginkan tercapai, etanol ditambahkan ke dalam minyak jarak kepyar dan reaksi dijalankan secara batch. Cuplikan diambil setiap 20 menit untuk dianalisis kadar gliserolnya. Data yang dikumpulkan adalah konversi minyak jarak kepyar pada berbagai waktu reaksi, suhu, dan jumlah katalisator. Hasil penelitian menunjukkan penukar anion dapat mengkatalisis etanolisis minyak jarak kepyar. Reaksinya mengikuti mekanisme reaksi substitusi nukleofilik order dua (SN2). Kecepatan reaksinya beroder satu terhadap konsentrasi gugus karbonil di dalam gliserid dan berorder satu terhadap konsentrasi katalisator.Item Pengaruh Suhu Pada Kinetika Reaksi Etanolisis Minyak Jarak Dengan Katalisator Kalium Hidroksid(2015-09-25) BudhijantoSalah satu usaha peningkatan nilai tambah minyak jarak adalah etanolisis untuk menghasilkan gliserol, etil risinoleat, monogliserid, dan digliserid. Gliserol dikenal banyak manfaatnya, sedangkan pemanfaatan etil risinoleat, monogliserid, dan digliserid belum banyak diketahui. Pada penelitian ini, dipelajari pengaruh suhu pada tetapan kecepatan reaksi etanolisis minyak jarak, baik tetapan penyerangan gugus primer maupun gugus sekunder. Katalisator yang dipakai adalah kalium hidroksid. Etanol yang telah mengandung katalisator kalium hidroksid pada konsentrasi tertentu dipanaskan di dalam labu pemanas sampai dengan suhu reaksi. Pada saat yang bersamaan, minyak jarak dipanaskan di dalam sebuah reaktor tangki berpengaduk juga sampai dengan suhu reaksi. Setelah suhu reaksi yang diinginkan tercapai, kedua reaktan direaksikan secara batch di dalam reaktor isotermal.Cuplikan hasil diambil setiap selang waktu tertentu. Data yang dikumpulkan adalah konsentrasi gliserol dan etil risinoelat di dalam hasil pada berbagai waktu reaksi dan suhu. Dari data ini, dapat dihitung nilai tetapan reaksi penyerangan gugus primer dan sekunder pada berbagai suhu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tetapan reaksi penyerangan gugus primer dapat dibedakan terhadap tetapan reaksi penyerangan gugus sekunder. Perhitungan energi aktivasi berdasarkan persamaan Arrhenius memberikan nilai energi aktivasi penyerangan gugus primer kira-kira empat kali energi aktivasi penyerangan gugus sekunder. Hal ini membuktikan bahwa gugus asam lemak sekunder lebih reaktif daripada gugus asam lemak primer.Item Sintesis Zeolit 4a Dari Bahan Dasar Abu Sabut Kelapa Sawit(2015-09-26) Akbar, Fajril; Yelmida; ZultiniarLimbah padat industri minyak sawit berupa cangkang, sabut dan tandan, mempunyai kandungan silika yang cukup tinggi dalam abu hasil pembakarannya. Besarnya kandungan silica ini, sangat memungkinkan untuk menggunakan limbah padat industri sawit sebagai sumber silika dalam sintesis zeolit 4A. Sintesis zeolit 4A dari bahan dasar abu sabut sawit, dilakukan dengan mencampurkan reaktan berupa larutan natrium silikat dengan natrium aluminat. Larutan Natrium silikat dibuat melalui peleburan abu sabut sawit dengan NaOH kering. Hasil leburan dilarutkan dengan aquadest, dan diambil filtratnya. Campuran reaktan larutan natrium silikat dengan natrium aluminat diaduk sampai homogen dengan variasi perbandingan volume reaktan 40/60 dan 60/40 ml dan waktu pengadukan selama 3 jam hingga terbentuk gel. Gel selanjutnya dipanaskan dalam oven selama 8 jam pada suhu 80o C. Hasil sintesis disaring dan dicuci dengan aquadest hingga netral, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 120o C selama 2 jam. Zeolit hasil sintesis dianalisis secara spektroskopi inframerah dan difraksi sinar-x. Hasil analisis dibandingkan terhadap zeolit standard. Spektrum inframerah zeolit hasil sintesis pada perbandingan volume reaktan natrium silikat dan natrium aluminat 40 /60 dan 60/40 mirip dengan spectrum inframerah zeolit standard. Pola difraksi sinar-x zeolit hasil sintesis sesuai dengan pola difraksi sinar-x zeolit standard.Item Aplikasi Metode Pengadukan Pada Proses Pembuatan Virgin Coconut Oil(2015-09-26) Purwanto, DidikPenelitian ini bertujuan untuk membuat Virgin Coconut Oil (VCO) melalui metode pengadukan dan mencari pengaruh kecepatan putar, jenis baffle dan impeller terhadap kuantitas VCO yang dihasilkan. Penelitian dilakukan secara eksperimen dengan cara memeras parutan kelapa hingga diperoleh santan kental (kanil). Kanil diaduk dengan variasi kecepatan putar : 1185, 3250, 5250, dan 5750 rpm. Tangki pengaduk yang digunakan bervariasi: tanpa baffle, dengan affle berukuran J/Dt=1/12, dan J/Dt=1/6. Proses pengadukan mengunakan impeller baling tiga daun dan plat empat daun. Kanil yang telah diaduk didiamkan dan diperoleh VCO yang siap untuk disaring dan dikonsumsi. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa semakin tinggi kecepatan putar, VCO yang dihasilkan semakin banyak. Adanya baffle pada tangki pengaduk sangat membantu proses pengadukan. Baffle dengan ukuran J/Dt=1/6 memberikan hasil minyak yang lebih banyak dari baffle berukuran J/Dt=1/12. Pada kecepatan putar yang sama, impeller baling tiga daun memberikan hasil minyak yang lebih banyak dari pada impeller plat empat daun.Item Perbandingan Daya Jerap Zeolit Aktif Dan Arang Aktif Pada Proses Adsorpsi Logam PB(2015-09-26) Heltina, Desi; Wijaya, Dewi Shinta Kusuma; Rahmi, NoviaPencemaran limbah logam berat merupakan dampak dari penggunaan logam berat tersebut oleh manusia. Penanganan limbah khususnya limbah logam Pb dapat dilakukan dengan cara adsorpsi. Pada penelitian ini dilakukan proses adsorpsi logam Pb dengan menggunakan variasi jenis adsorben dan kecepatan pengadukan. Adsorben yang digunakan adalah zeolit aktif dan karbon aktif. Adsorben dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang berisi larutan Pb(NO3)2 dengan konsentrasi tertentu, kemudian diletakkan pada alat getar dengan variasi kecepatan. Sampel diambil pada waktu tertentu dan dianalisa dengan Atomic Adsorption Spectrophotometer (AAS). Dari hasil yang dilakukan zeolit aktif lebih baik menjerap Pb dari pada karbon aktif pada kecepatan getar 200 rpm dan waktu 20 menit yaitu sebesar 99,03 % . sedangkan arang aktif sebesar 65,57 % pada kecepatan dan waktu yang sama.Item Alkilasi Diphenyamine Dan Pengaruhnya Pada Efektivitas Penghambatan Oksidasi Ester Poligliserol - Estolida Asam Oleat(2015-09-26) Dermawan, DickyEster poligliserol – estolida asam oleat (disingkat EPG) merupakan bahan terbaharukan yang sedang dikembangkan sebagai bahan alternatif untuk digunakan sebagai minyak pelumas. Penelitian ini mempelajari alkilasi dan pengaruh reaksi ini terhadap efektivitas diphenylamine (disingkat DPA) sebagai antioksidan pada penghambatan oksidasi EPG. Alkilasi dilakukan menggunakan stirena sebagai bahan pengalkil pada rasio mol DPA : stirena = 1 : 1,3 dengan bantuan katalis bleaching earth. Reaksi dipelajari melalui analisis Thermogravimetry (TG) dan analisis Gas Chromatography - Mass Spectroscopy (GC-MS). Pengaruh alkilasi terhadap efektivitas DPA sebagai antioksidan diujikan terhadap suatu sampel EPG yang memenuhi spesifikasi viskositas pelumas mesin SAE 40. Uji ketahanan oksidasi dilakukan menggunakan Modified Indiana Stirring Oxidation Test: Hasil penelitian menunjukkan bahwa alkilasi dapat meningkatkan efektivitas DPA sebagai antioksidan. Ketahanan oksidasi terbaik diperoleh pada formulasi EPG dengan 1,5% berat alkilat DPA yang memberikan tambahan masa pakai EPG dari 45,5 jam menjadi 96 jam. Masa pakai didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan sehingga oksidasi pada kondisi uji menyebabkan kenaikan viskositas sebesar 275%, diukur pada suhu 40oC.Item Metanolisis Minyak Sawit Dengan Katalis Enzim Lipase Pseudomonas Cepacia Yang Diimobilisasi(2015-09-26) Melwita, EldaEnzim lipase yang diimobilisasi dari Pseudomonas cepacia dipelajari sebagai katalis dalam reaksi metanolisis minyak sawit. Pemakaian lipase yang diimobilisasi sebagai katalis memudahkan dalam proses pemisahan dan pemurnian produk utama dan produk samping dibandingkan dengan katalis konvensional seperti NaOH atau Na metilat karena tidak ada pembentukan sabun yang biasa terjadi dengan katalis basa. Di samping itu reaksi dapat dijalankan pada temperatur kamar. Aktivitas lipase diamati berdasarkan konversi minyak dengan mengukur perubahan viskositas minyak yang merupakan indikator tercepat untuk mengetahui konversi minyak menjadi metil ester. Variabel proses yang dipelajari adalah perbandingan rasio minyak: metanol dan penambahan air. Kondisi proses terbaik adalah pada rasio molar minyak:metanol sebesar 1:6, jumlah katalis 6.25%, suhu reaksi 35 C, dan penambahan air 12.5%. Pada kondisi ini diperoleh penurunan viskositas minyak sebesar 30.78 cSt dengan waktu reaksi dua jam.Item Kesetimbangan Biosorpsi Logam Berat Pb(Ii) Dengan Biomassa Aspergillus Niger(2015-09-28) Listiarini; Putra, Maeko; Amri, Amun; Fadli, Ahmad; Heltina, Desi; ChairulPenelitian Kesetimbangan Biosorpsi Logam Berat Pb2+ dengan Biomassa Aspergillus Niger dilakukan untuk mendapatkan karakteristik dan parameter kesetimbangan biosorpsi yang berguna bagi perancangan unit operasinya. Percobaan diawali dengan pembiakan biomassa Aspergillus Niger sehingga mencapai jumlah yang cukup untuk percobaan. Sejumlah 1 mg biomassa dikontakkan dengan 25 ml larutan logam Pb2+ pada berbagai konsentrasi larutan awal (Co) di dalam erlenmeyer sampai mencapai waktu kesetimbangan, dan dilakukan pada suhu kamar serta pH 5. Dengan menggunakan AAS sampel dianalisa, kemudian diperoleh sederet pasangan data logam yang tersisa dalam larutan (Ce) dan logam terjerap saat kesetimbangan (qe), yang kemudian diplot membentuk kurva kesetimbangan (isotherm) adsorpsi (biosorpsi). Percobaan yang sama dilakukan untuk mendapatkan kurva isotherm adsorpsi pada berbagai variasi suhu dan pH yang lain, yaitu suhu 40 0C dan 50 0C serta pH 3 dan pH 8. Dari percobaan diperoleh waktu kesetimbangan sekitar 24 jam, data kesetimbangan (isotherm) menunjukkan bahwa proses biosorpsi berlangsung optimal pada pH 5 dan suhu kamar (270C) dan adsorpsi yang terjadi merupakan sistem yang komplek dengan kombinasi dari berbagai mekanisme. Nilai konstanta kesetimbangan Langmuir sebesar KL = 0,0295 l/mg dan nilai panas adsorpsi (ΔH) sebesar –0,73225 kcal/mol oK.Item Menurunkan Kandungan Ammonia Di Gas Buang PT.Dsm Kaltim Melamine Bontang(2015-09-28) Ahmadi, Muchlis; Susilo, Paulus JokoPT.DSM KALTIM MELAMINE Bontang adalah melamine plant yang proses produksinya menggunakan stamicarbon prosess. Kapasitas awal pabrik adalah pada kondisi rate urea feed 20 T/h, namun pada perkembangannya, pabrik bisa beroperasi pada rate urea feed 24 T/h. Secara umum tahapan proses produksi terdiri dari front end, back end dan carbamate section. Bahan baku pabrik melamine terdiri dari urea melt dan ammonia yang di supply oleh PT.PUPUK KALTIM. Dalam proses yang terjadi, sebagian besar ammonia dikirim kembali ke front end dan sebagian lagi dikirim kembali ke PKT dalam bentuk carbamate. Namun sebagian kecil lagi, ammonia harus dibuang bersama gas gas yang lain sebagai gas buang. Batasan kandungan ammonia dalam gas buang di stack diatur oleh keputusan pemerintah yang tertuang dalam Kepmen LH No.133 tahun 2004 dimana maksimal ammonia di gas buang adalah 500 mgr/Nm3. Permasalahannya adalah bahwa design pabrik dilakukan jauh sebelum Kepmen dikeluarkan. Dimana dari neraca massa diketahui bahwa konsentrasi ammonia di gas buang adalah 5000 ppm. Berdasarkan hal tersebut maka harus dilakukan studi untuk memenuhi peraturan dari pemerintah tersebut. Dari hasil studi diputuskan untuk memasang plate heat exchanger di absorbent. Pada kondisi normal operasi, usaha ini bisa menurunkan kandungan ammonia di stack sampai menjadi 450 – 700 .ppm. Dalam perjalanannya, setelah plant shut down pada bulan mei 2006 kandungan ammonia di stack naik menjadi sekitar 1500 -2500 ppm. Dari hasil investigasi masalah diketahui bahwa penyebab naiknya konsentrasi ammonia di gas buang adalah dikarenakan adanya bocoran ammonia di PPV-3202. PPV-3202 adalah valve pengaman ammonia compressor pada saat emergency shut down, pada normal operasi seharusnya menutup penuh. Karena ada bocoran tersebut, maka jumlah ammonia yang ke stack system meningkat sehingga konsentrasi ammonia di gas buang naik. Karena perbaikan PPV-3202 baru bisa dilakukan pada saat plant shut down. Maka selama perbaikan belum bisa dilakukan, upaya yang dilakukan adalah dengan cara mengencerkan absorbent dengan condensate. Hal ini bisa menambah kemampuan melarutkan ammonia di absorber sehingga kandungan ammonia di gas buang turun menjadi sekitar 800 – 1200 ppm, namun pengaruh yang muncul adalah bertambahnya kandungan air di carbamateItem Kajian Bio Oil Dari Limbah Padat Sawit Dengan Metoda Fast Pyrolysis(2015-09-28) Detrina, Irenne; Yusnitawati; Bahri, Syaiful; Saputra, EdyTelah dilakukan penelitian pendahuluan pembuatan bio oil dari limbah padat sawit. Metoda yang digunakan adalah pyrolysis. Beberapa parameter yang diuji diantaranya variasi temperatur dan ukuran partikel. Pada telaah pendahuluan ini telah diperoleh fasa cair yang diyakini adalah bio oil dengan kualitas yang masih perlu dikaji lanjut. Kajian lanjut itu adalah pemurnian, penentuan sifat fisis, dan nilai kalor.Item Sintesis, Karakterisasi Pembuatan Polyol Dari Minyak Kelapa Sawit (Crude Palm Oil)(2015-09-28) Aprilia, Sri; Fauzi; Syamsuddin, YannaMengingat minyak bumi merupakan bahan baku yang tidak dapat diperbaharui dan cadangannya semakin menipis, maka perlu dilakukan usaha meminimasi penggunaan bahan baku yang berbasis minyak bumi. Untuk itu perlu dilakukan usaha pencarian bahanbahan alternatif yang mendapat perhatian adalah minyak nabati dan hewani (lemak), sehingga penggunaan teknologi hijau (green technologies) untuk mendapatkan proses yang ramah lingkungan dapat diterapkan. Untuk itu penelitian ini menggunakan bahan baku minyak kelapa sawit sebagai bahan pembuat polyol. Polyol ini bila direaksikan dengan polyisocianate akan menghasilkan polyurethane yang sangat banyak kegunaannya. Studi pembuatan polyol dari minyak kelapa sawit (CPO) telah dilakukan. Proses yang dilibatkan dalam studi ini adalah proses pemurnian terhadap CPO, proses epoksidasi dan proses hidroksilasi. Pada proses epoksidasi dilakukan variasi variabel yang paling berpengaruh terhadap pembentukan polyol. Variabel percobaan adalah; komposisi reaktan (30%, 50%, dan 70% NPO), variasi temperatur (40oC, 50oC 60oC, 70oC dan 80oC). Proses pembuatan polyol ini menggunakan oksidator (H2O) serta pelarut kalium permanganat (KMnO4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa polyol dengan komposisi reaktan 30% NPO, temperatur 40oC merupakan polyol dengan kandungan gugus hidroksil yang paling besar, yaitu sebesar 258,90 dengan berat 21,19 gram. Berat molekul campuran polyol yang dihasilkan adalah 777,369. Hasil penelitian ini diperoleh dengan cara titrasi dan dianalisis dengan spektra infra merah (FTIR) dan Gas Cromatography mass spectrometer (GCMS).Item Pemanfaatan Bentonit Sebagai Adsorben Pada Proses Bleaching Minyak Sawit(2015-09-28) Yusnimar; Purwaningrum, Is sulistyati; Sunarno; Syarfi; DrastinawatiPenelitian tentang pemanfaatan bentonit sebagai adsorben pada proses bleaching minyak sawit telah dilakukan. Proses bleaching minyak sawit mentah (CPO) dilakukan dengan beberapa tahapan proses, yaitu proses aktivasi bentonit, proses penyabunan CPO dan proses bleaching CPO. Bentonit yang digunakan diperoleh dari daerah Lipat Kain Propinsi Riau Daratan. Bentonit yang akan digunakan pada proses bleaching, bentonit dibersihkan dan dihaluskan menjadi ukuran partikelnya 100 mesh dan 200 mesh, kemudian bentonit tersebut diaktivasi dengan menggunakan larutan H2SO4 5% di dalam tangki berbaffle, kemudian dipanaskan pada suhu 110oC sampai beratnya konstan. Sebelum CPO di bleaching, dilakukan proses penyabunan terhadap CPO dengan menggunakan larutan NaOH 10%, untuk memisahkan kotoran dan asam lemak bebas (FFA) dari minyak. Minyak dari hasil proses penyabunan tersebut di bleaching dengan menggunakan bentonit aktif pada suhu 70 – 80oC. Dari hasil proses bleaching diketahui bahwa warna minyak sawit mentah berubah dari berwarna coklat kemerah-merahan dan keruh menjadi kuning muda dan jernih. Variasi ukuran partikel bentonit terhadap warna minyak yang di bleaching tidak terlalu berbeda. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa bentonit asal daerah Lipat kain dapat digunakan sebagai adsorben atau bleaching agent pada proses pembuatan minyak sawitItem Reverse Osmosis Untuk Pengurangan Kepekatan Warna Dan Zat Organik Air Gambut(2015-09-28) Pinem, Jhon Armedi; Dharma, Andi EkaKebutuhan masyarakat Riau yang bermukim di lahan gambut untuk mendapatkan air minum yang memenuhi standar kesehatan, masih sulit terpenuhi. Hal ini disebabkan tingginya kandungan zat organik dan tingkat keasaman air gambut. Pengolahan air gambut dengan memanfaatkan teknologi membran diharapkan mampu memberikan solusi bagi permasalahan tersebut. Penelitian ini bertujuan mengkaji alternatif pengolahan air gambut dengan teknologi membran, khususnya reverse osmosis (RO) ditinjau dari pengurangan kepekatan warna dan zat organik. Hasil penelitian menunjukkan reverse osmosis mampu merejeksi zat organik hingga (dari 162,7 menjadi 0,78 mg/L) dan warna 97,8% (dari 225 menjadi 5 TCU).Item Kajian Awal Esterifikasi Asam Lemak Bebas Yang Dikandung Minyak Sawit Mentah Pada Katalis Zeolit Sintesis(2015-09-28) Zahrina, Ida; SunarnoEsterifikasi asam lemak bebas dengan metanol merupakan salah satu cara untuk menghilangkan asam lemak bebas yang dikandung minyak sawit mentah. Reaksi esterifikasi dikatalisis oleh asam. Zeolit sintesis merupakan asam lewis sehingga memungkinkan mengkatalisis reaksi ini. Aktivitas katalis mungkin dipengaruhi oleh nisbah molar Si/Al pada analsim, karena kekuatan asam-nya mungkin mempengaruhi tingkat keasaman akhir hasil reaksi esterifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kinerja (aktivitas dan usia kerja) katalis zeolit sintetis (analsim) pada reaksi esterifikasi asam lemak bebas yang dikandung minyak sawit dengan memvariasikan nisbah molar Si/Al pada zeolit. Esterifikasi asam lemak bebas yang dikandung minyak sawit dengan metanol menggunakan katalis zeolit sintesis menghasilkan konversi tertinggi sebesar 97,83% pada nisbah molar Si/Al 6. Aktivitas katalis bekas pada nisbah molar Si/Al 6 diperoleh konversi 80,56%.. Konversi ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan reaksi esterifikasi tanpa katalis yang hanya menghasilkan konversi sebesar 53,64%.Item Penurunan Kadar H2s Dalam Gas Bio Hasil Anaerobic Digestion Sludge Limbah Industri Dengan Menggunakan Kolom Adsorpsi Karbon Aktif(2015-09-28) Juliastuti; Thahir, RamliBiogas atau gas bio yang mempunyai kandungan utama berupa gas metane, merupakan salah satu jenis energi yang dapat dibuat dari banyak jenis bahan buangan dan bahan sisa yang mengandung senyawa organik seperti sampah organik, kotoran ternak, ataupun sludge pengolahan limbah domestik / industri dengan proses anaerobic digester. Dalam penelitian pembuatan biogas ini bahan baku berasal dari sludge pengolahan limbah industri yang diproses secara anaerobic digester dengan menambahkan starter dari kotoran sapi dicampur dengan air ( 1 : 5 ). Starter disimpan selama lima hari. Starter dicampur dengan sludge dari PT SIER dan air dengan perbandingan (1 : 2 : 4) sebanyak 25 liter kemudian diaduk hingga homogen sebelum dimasukkan kedalam fermentor berukuran 30 liter, dengan menjaga proses pada range pH 6,8 – 7,2 serta suhu 32°C. Proses digestion berlangsung selama 25 hari. Selama proses fermentasi dilakukan pengukuran pH dan suhu tiap hari sedangkan sample dianalisa MLSS dan MLVSS serta COD tiap 5 hari. Kandungan H2S dalam gas bio dapat menyebabkan terjadinya korosi pada peralatan yang terbuat dari logam sehingga untuk menurunkan kadar H2S dalam gas bio, maka produk gas bio dari anaerobic digester diadsorpsi dengan karbon aktif berukuran 6, 10 dan 14 mesh dalam kolom adsorpsi berukuran tinggi 180 cm dan diameter kolom 3,75 cm. Ukuran karbon aktif yang memberikan hasil terbaik adalah karbon aktif berukuran 14 mesh dengan effisiensi 99 % dengan kecepatan 200 ml/menit gas bio. Biogas yang dihasilkan dalam penelitian ini mempunyai komposisi CH4=80%, H2S=2,8%, CO2=15,62%, CO=0,31% dan N2=1,22% volume. Tujuan dari penelitian ini selain meningkatkan kemurnian kandungan gas methan dalam biogas hasil pemanfaatan sludge pengolahan limbah industri sehingga meningkatkan nilai tambah dari sludge, juga untuk mendapatkan energi alternatif yang ramah lingkungan.Item Sintesis Dan Karakterisasi Membran Hibrid Organik-Anorganik Via Proses Sol-Gel Dan Pembalikan Fasa: Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap Struktur Dan Sifat Membran(2015-09-28) Zulfikar, Muhammad AliMembran hibrid poli(metil metakrilat) (PMMA)/SiO2 telah berhasil dibuat melalui proses sol-gel dan pencelupan-pengendapan ke dalam air dari larutan terner yang diperoleh melalui penambahan sejumlah TEOS yang berperan sebagai prekursor anorganik ke dalam larutan PMMA. Dalam penelitian ini membran hibrid PMMA/SiO2 disintesis pada berbagai jenis pelarut. Film membran yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi melalui pengukuran permeabilitas air, ukuran pori, FTIR dan analisis SEM. Dari hasil analisis diperoleh bahwa permeabilitas air dan ukuran pori akan meningkat dengan meningkatnya kepolaran pelarut yang digunakan. Dari hasil analisis FTIR dapat dilihat bahwa struktur membran yang dihasilkan relatif sama. Hasil analisis SEM memperlihatkan bahwa morfologi membran berubah dari struktur fasa co-continuous menjadi struktur bersel ketika meningkatnya kepolaran pelarut yang digunakanItem Model Dan Kinetika Reaksi Belerang Dalam Larutan Kalium Karbonat(2015-09-28) Yuniati, YuyunPotassium sulfate is a kind of manure that commonly used. The making of potassium sulfate has been learned. The method is by oxidizing sulfur suspension in potassium carbonate solution. The problems in that process are feeding and process condition. Next, the simple process is made, by reacting sulfur with potassium carbonate solution before oxidize reaction product (solution) into potassium sulfate. The objective of this research was to learn the model and kinetics reaction of sulfur with potassium carbonate. From this research we get reaction model and kinetics data that we can use for reactor design and (reaction) process. This research is made in batch reactor which we used one-neck flask with heater and stirrer. Pouring 500 ml potassium carbonate into the reactor and being heating until several temperature. Then, 100 gram of sulfur is fed into the reactor and the reaction is run until several time. When the reaction is finish, the mixed solution is filtered and the filtrate is being analyze to obtained S that bind in K2S2O3 and K2S2, then the total conversion is count. From this research we can get some conclusions, that is reaction of sulfur with potassium carbonate is being controlled by chemical reaction regime. This statement is prove with time that sulfur needs for perfect reaction in chemical reaction regime is longer than in diffusion regime. The biggest kinetics constant was in 100 oC temperature, 1.15 N potassium carbonate concentration that is 7.83776 x 10-6 dm/menit. The fastest diffusivity was in 100 oC temperature, 2.11 N potassium carbonate that is 8.55935 x 10-10 dm2/menit.