LRP-Fisheries and Marine
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing LRP-Fisheries and Marine by Issue Date
Now showing 1 - 20 of 163
Results Per Page
Sort Options
Item Potensi Ekstrak, Hidrolisat dan Isolat Protein Teripang Pasir (Holothuria scabra J.) untuk Menurunkan Kadar Glukosa Darah dan Memperbaiki Profil Sel Beta Pankreas Tikus Diabetes Mellitus(2012-10-24) Karnila, RahmanTeripang pasir (Holothuria scabra J) merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi karena dapat dimanfaatkan sebagai biofarmaka dan sebagai makanan kesehatan, serta sebagai bahan baku berbagai industri. Hasil penelitian menujukkan teripang memiliki kandungan protein tinggi yaitu 55-65% (kondisi kering) dan asam amino yang lengkap. Diduga kandungan protein dengan asam amino yang lengkap ini dapat dimanfaatkan untuk membantu mencegah penyakit diabetes mellitus (DM) terutama sebagai penstimulasi sekresi insulin oleh sel beta pankreas sehingga akan menurunkan kadar glukosa darah penderita DM. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendapatkan jenis asam amino pada protein teripang yang berperan sebagai stimulator sekresi insulin oleh sel beta pankreas tikus model dan DM. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui komposisi kimia daging teripang, (2) Mendapatkan ekstrak, hidrolisat, dan isolat protein teripang serta kandungan kimianya meliputi protein, kadar asam amino bebas, jenis asam amino total dan bebas penyusun protein teripang, dan (3) Menentukan dosis ekstrak, hidrolisat dan isolat yang bersifat hipoglikemik pada tikus dalam keadaan hiperglikemik sesaat. Penelitian ini dilakukan selama 2 (dua) tahun dengan 5 (lima) tahap yaitu: (1) Persiapan dan analisis kimia (proksimat) daging teripang, (2) Pembuatan dan analisis asam amino penyusun protein pada ekstrak, hidrolisat dan isolat, dan (3) Uji efek hipoglikemik ekstrak, hidrolisat dan isolat pada tikus coba. Hasil penelitian menunjukkan proporsi antara bagian tubuh daging: jeroan dan gonad: kulit: air dan kotoran adalah 4:3:2:1 (b/b). Proksimat kandungan nutrisi daging teripang adalah protein (9,94%bb), kadar lemak (0,54%bb), kadar abu (1,86%bb), kadar air (87,03%), dan karbohydrat (0,64% by different). Sedangkan proksimat tepung daging teripang adalah protein (61,31%), kadar lemak (3,68%), kadar abu (12,52%), kadar air (9,13%), dan karbohydrat (0,64% by different) dengan rendemen sebesar 10,16%. Proses ekstraksi untuk mendapatkan konsentrat protein diperoleh dengan rendemen sebesar 9,87%, pembuatan hidrolisat dengan rendemen 48,33-53,67%, sedangkan isolat dengan rendemen rata-rata 8,32%. Kandungan asam amino total pada konsentrat, hidrolisat dan isolat didominasi oleh asam amino prolin dan asam glutamat, yaitu 5,17 dan 3,23% untuk konsentrat, 7,45 dan 6,03% untuk hidrolisat, serta 6,33 dan 5,80 utuk isolat protein daging teripang. Hasil uji daya hambat enzim α- glukosidase menunjukkan hidrolisat protein teripang mempunyai aktivitas daya hambat tertinggi terhadap enzim α-glukosidase yaitu 86,25% pada konsentrasi 500 ppm, 74,14% (300 ppm), dan 71,74% (100 ppm). Isolat protein teripang 73,24% pada konsentrasi 500 ppm, 66,52% (300 ppm), dan 58,15% (100 ppm). Sedangkan konsentrat protein teripang 59,19% pada konsentrasi 500 ppm, 52,02% (300 ppm) dan 46,34% (100 ppm). Hasil uji aktifitas hipoglikemik memperlihatkan hidrolisat protein daging teripang dengan dosis 300 mg/kg bb, sudah memperlihatkan daya hipoglikemiknya pada menit ke-30 dengan kadar gula darah 98,2 mg/dl. Untuk isolat baru memperlihatkan daya hipoglikemiknya pada menit ke-90 denga kadar glukosa darah tikus 95,2 mg/dl. Sedangkan konsentrat dengan dosis 300 mg/kg bb, memperlihatkan daya hipoglikemiknya pada menit ke-90 dengan kadar glukosa darah tikus 89,3 mg/dl. Oleh karena itu dosis 300 mg/kg bb baik untuk hidrolisat, isolat dan konsentrat merupakan perlakuan terbaik pada uji hipoglikemik.Item KAJIAN DIVERSIFIKASI IKAN PATIN (Pangasius sp.) DALAM BENTUK KONSENTRAT PROTEIN IKAN DAN APLIKASINYA PADA PRODUK MAKANAN JAJANAN DALAM MENANGGULANGI GIZI BURUK ANAK BALITA DI KABUPATEN KAMPAR, RIAU(2012-10-28) DEWITA; SyahrulMalnutrition in the children below five years of age is still big health problem that is faced by developing country. Although many activities related to nutrition improvements have been done by both Indonesia government and nongovernment institution, Protein-Energy Malnutrition (PEM) is found over and over in Indonesia’s region. Hence, snack food based on fish protein concentrate (FPC) from patin fish (Pangasius hypothalamus) is one of alternative way to overcome this problem through health recovery activity and nutrition status and immunity improvements. Therefore, processing of FPC is well recognized as a protein source for attempting high protein of raw material food. The aims of this research in the first year were to determine proper technology for processing of FPC from patin fish (Pangasius hypothalamus) and to analyze its nutrition content (proximate and amino acid profile) as a substituted raw material for high protein street food product that was targeted below fiveyear- old children. Additionally, the aim was to study storing effect on peroxide and water content of patin fish (Pangasius hypothalamus) protein concentrate under aluminum foil, capsule and glass bottle packaging. In the second year of research, the aims were described as following; 1. to determine processing technology of snack food products based on Patin fish (Pangasius hypothalamus) protein concentrate for below five-year-old child. 2. to test the snack food products aimed to below five-year-old child at Kampar District, Riau. The results reveal that 10 - 12% of yield and 69.29 – 75.31% of protein content, respectively, was produced by both methods of processing FPC from patin fish (Pangasius hypothalamus), while 50% of fat content was decreased successfully by fat extraction treatment. Steam method was determined as the best method for processing FPC from patin fish (Pangasius hypothalamus). Patin fish (Pangasius hypothalamus) protein concentrate in this study was found as a FPC type B according to proximate content. Based on water content and peroxide number of patin fish (Pangasius hypothalamus) protein concentrate within 45 days storing in different packaging, it quality was still below maximum standard of reject. Finally, aluminum foil was declared as a recommended packaging due to the produced FPC from Patin fish (Pangasius hypothalamus) was better than other packages.Item Pengembangan Teknologi Pembenihan dan Budidaya Ikan Motan (Thynnicthys thynnoides Blkr) dalam Rangka Menjaga Kelestariannya dari Alam(2012-10-29) Sukendi, Sukendi; Putra, Ridwan Manda; Yurisman, YurismanPenelitian ini merupakan penelitian tahun ke III Hibah Kompetensi yang dibiayai oleh oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional, Tahun Anggaran 2011 dengan nomor kontrak : 360/SP2H/PL/ Dit.litabmas/IV/2011. Penelitian dilakukan di perairan Sungai Siak tepatnya di Kelurahan Sri Meranti Kecamatan Rumbai, Kotamadya Pekanbaru dan kolam Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui teknologi pembesaran/budidaya ikan motan dengan pemberian perlakuan lokasi pemeliharaan dan dosis hormon tiroksin yang berbeda pada pakan selama pemeliharaan. Perlakuan lokasi pemeliharaan adalah di kolam Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau dan perairan Sungai Siak Riau, sedangkan perlakuan dosis hormon tiroksin yang diberikan pada pakan terdiri dari 2 mg/kg pakan, 4 mg/kg pakan, 6 mg/kg pakan dan 0 mg/kg pakan sebagai kontrol. Ikan dipelihara selama 4 bulan (16 minggu) dengan padat tebar 50 ekor /keramba ukuran 1 x 1 x 1 m, sesuai dengan hasil penelitian kegiatan Hibah Kompetensi Tahun II (Sukendi, Putra dan Yurisman, 2010). Parameter uji yang diukur adalah : pertumbuhan bobot mutlak, pertumbuhan panjang mutlak, laju pertumbuhan bobot harian, laju pertumbuhan panjang harian dan kelulushidupan. Pengukuran parameter uji dilakukan setiap dua minggu sekali dari masing-masing perlakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) pembesaran/budidaya ikan motan dalam keramba yang ditempatkan di Sungai Siak lebih baik bila dibandingkan dengan pembesaran/budidaya dalam keramba yang ditempatkan di Kolam Fakultas Perikanan ii dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, 2) semakin besar dosis hormon tiroksin yang diberikan pada pakan dalam pembesaran/budidaya ikan motan maka semakin cepat pula pertumbuhan yang diperoleh dan 3) dosis hormon tiroksin yang terbaik diberikan pada pakan ikan motan dalam pembesaran/budidaya adalah sebesar 6 mg/kg pakan. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa teknologi pembesaran/budidaya ikan motan yang terbaik adalah pemeliharaan dengan padat tebar 50 ekor/keramba ukuran 1 x 1 x 1 m yang ditempatkan di Sungai Siak, dengan pemberian hormon tiroksin sebesar 6 mg/kg pakan, menghasilkan pertumbuhan rata-rata bobot mutlak sebesar 9,23 gram, pertumbuhan rata-rata panjang mutlak sebesar 2,63 cm, laju pertumbuhan bobot harian sebesar 0,6234 %, laju pertumbuhan panjang harian sebesar 0,2033 % dan kelulushidupan sebesar 73 %. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang teknologi pembesaran/budidaya ikanikan air tawar ekonomis penting lainnya dengan pemberian dosis hormon tiroksin yang tepat pada pakan, sehingga akan dapat memberikan keuntungan dalam usaha pembesaran/budidaya yang dilakukan.Item PERAN KAJIAN KEMAMPUAN DAN TINGKAH LAKU RENANG IKAN BAUNG (HEMIBAGRUS SP) UNTUK TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN DAN USAHA BUDIDAYA(2012-10-30) Nofrizal; Ahmad, MuchtarPenelitian kemampuan dan tingkah laku renang ikan baung (Hemibagrus spp) merupakan penelitian dasar untuk pengembangan metode penangkapan ikan dan teknik budidaya ikan baung di air deras. Daya tahan dan kecepatan renang ikan diuji dalam swimming chanel flume tank sehingga mendapatkan data tentang karakteristik kemampuan renang ikan baung. Informasi dan data tentang karakteristik kemapuan renang akan disajikan dalam bentuk ”swimming curve”, yang berguna untuk mengetahui kondisi fisiologis ikan ketika melakukan aktivitas renang. Kondisi fisiologis tersebut meliputi proses metabolisme dan respirasi. Informasi ini sangat berguna untuk mengetahui kecepatan arus ideal di dalam usaha budidaya ikan di dalam keramba. Untuk usaha penangkapan, swimming curve juga dapat digunakan untuk memprediksi kecepatan maksimum renang ikan. Kecepatan maksimum renang ikan sangat diperlukan untuk menduga peluang ikan baung lolos dan menghindar dari alat penangkapan ikan selama proses penangkapan.Item Teknologi Domestikasi, Pembenihan dan Budidaya Ikan Selais (Ompok Hypophthalmus) dalam Rangka Meningkatkan Kesejahteraan Nelayan dan Petani Ikan Pinggiran Sungai Kampar, Riau.(2012-10-30) Manda, Ridwan Putra; Sukendi, Sukendi; Yurisman, YurismanIkan selais (Ompok hypophthalmus) adalah jenis ikan air tawar yang banyak dijumpai di perairan umum Daerah Riau dan khususnya berasal dari perairan Sungai Kampar yang merupakan salah satu dari empat sungai terbesar di daerah Riau. Untuk memenuhi permintaan masyarakat terhadap ikan ini serta didukung dengan harga yang relatif tinggi, maka pada umumnya para penangkap ikan lebih banyak melakukan penangkapan terhadap ikan tersebut bila dibandingkan dengan jenis ikan lainnya. Ikan selais yang tertangkap memiliki ukuran bervariasi serta umur yang masih tergolong muda, banyak ditemukan ikan yang tertangkap tersebut adalah ikan-ikan yang belum memijah, akan memijah maupun sedang memijah. Bila ikan-ikan yang tertangkap sebagian besar adalah belum pernah memijah atau akan memijah berarti ikan-ikan tersebut belum menghasilkan keturunan dan bila penangkapan dilakukan terus menerus akan mengganggu kelestariannya yang suatu waktu nantinya akan dapat menyebabkan punahnya jenis ikan tersebut.Item PENGARUH MODIFIKASI ALAT TANGKAP PANGING TONDA DENGAN PENGGUNAAN JENIS MATA PANGING BERKAIT GANDA {DOUBLE HOOK) DAN BERI-CAIT TIGA {TRIPLE HOOKj TERHADAP HASIL TANGKAPAN(2012-12-01) NofrizalTujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan hasil tangkapan dari tiga bentuk mata pancing yang berbeda, yaitu mata pancing berkait tunggal {single hook), mata pancing berkait ganda {double hook) dan mata pancing berkait tiga {triple hook). Sehingga dapat diketahui mata pancing yang paling efektif digunakan untuk pancing tonda. Sedangkan masalah utama yang melatar belakangi penelitian ini iaiah sering lolosnya ikan setelah atau sedang memakan umpan dan mata pancing, sehingga umpan tersebut habis tetapi mata pancing gagal terkait pada mulut ikan. Oleh karena itu timbul beberapa asumsi permasalahan terhadap alat tangkap tradisional (lama), diantaranya; kurang efektifnya mata pancing tunggal yang biasa digunakan oleh nelayan setempat selama ini, sehingga hasil tangkapan banyak yang lolos, kecilnya peluang terkaitnya mata pancing tunggal pada ikan dan rendahnya hasil tangkapan pancing tonda persetting. Diharapkan dengan menambah jumlah kait pada mata pancing dapat meningkatkan peluang terkaitnya ikan yang memakannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode experimental fishing. Dimana ketiga bentuk mata pancing diujicobakan dilapangan untuk menemukan jenis mata pancing yang terttaik dengan hasil tangkapan yang optimal untuk perikanan pancing tonda. Sedangkan rancangan percobaan Rancangan Acak Lengkap dengan tiga perlakuan (ketiga jenis mata pancing). Seianjutnya data hasil tangkapan dianalisis dengan menggunakan analisis of variance (ANOVA) untuk melihat perbedaan hasil tangkapan. Berdasarkan analisa data hasil tangkapan dari ketiga bentuk mata pancing secara statistik dapat diambil kesimpulan bahwa mata pancing tonda dengan mata pancing berkait satu (single hook), mata pancing berkait dua (double hook) dan mata pancing berkait tiga (triple hook) tidak memperlihatkan adanya pengaruh secara nyata terhadap hasil tangkapan. Namun dilihat dari total hasil tangkapan, jenis mata pancing berkait tiga lebih banyak hasil tangkapannya bila dibandingkan dengan jenis mata pancing berkait satu dan berkait dua. Jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi yang tertangkap selama penelitian yaitu ikan tongkol (Euthynnus pelamis) sebanyak 38 ekor (34,23%) pada mata pancing berkait satu, 33 ekor (29,27%) pada mata pancing berkait dua dan 40 ekor (36,84%) pada mata pancing berkait tiga. Pada mata pancing berkait tiga hasil tangkapan lebih banyak antara lain disebabkan gerakkan mata pancing ini lebih aktif bergerak di dalam perairan dan posisinya di dalam perairan lebih dalam, karena massa lebih berat sehingga ikan tongkol lebih dahulu menjangkaunya. J^Item PENGARUH MODIFIKASI ALATTANGKAP PANGING TONDA DENGAN PENGGUNAAN JENIS MATA PANGING BERKAIT GANDA (DOUBLE HOOK) DAN BERKAIT TIGA (TRIPLE HOOKj TERHADAP HASIL TANGKAPAN(2012-12-02) NofrizalTujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan hasil tangkapan dari tiga bentuk mata pancing yang berbeda, yaitu mata pancing berkait tunggal {single hook), mata pancing berkait ganda {double hook) dan mata pancing berkait tiga {triple hook). Sehingga dapat diketahui mata pancing yang paling efektif digunakan untuk pancing tonda. Sedangkan masalah utama yang melatar belakangi penelitian ini iaiah sering lolosnya ikan setelah atau sedang memakan umpan dan mata pancing, sehingga umpan tersebut habis tetapi mata pancing gagai terkait pada mulut ikan. Oleh karena itu timbul beberapa asumsi permasalahan terhadap alat tangkap tradisional (lama), diantaranya; kurang efektifnya mata pancing tunggal yang biasa digunakan oleh nelayan setempat selama ini, sehingga hasil tangkapan banyak yang lotos, kecilnya peluang terkaitnya mata pancing tunggal pada ikan dan rendahnya hasil tangkapan pancing tonda persetting. Diharapkan dengan menambah jumlah kait pada mata pancing dapat meningkatkan peluang terkaitnya ikan yang memakannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode experimental fishing. Dimana ketiga bentuk mata pancing diujicobakan dilapangan untuk menemukan jenis mata pancing yang terbaik dengan hasil tangkapan yang optimal untuk perikanan pancing tonda. Sedangkan rancangan percobaan Rancangan Acak Lengkap dengan tiga perlakuan (ketiga jenis mata pancing). Selanjutnya data hasil tangkapan dianalisis dengan menggunakan analisis of variance (ANOVA) untuk melihat perbedaan hasil tangkapan. Berdasarkan analisa data hasil tangkapan dari ketiga bentuk mata pancing secara statistik dapat diambil kesimpulan bahwa mata pancing tonda dengan mata pancing berkait satu (single hook), mata pancing berkait dua (double hook) dan mata pancing berkait tiga (triple hook) tidak memperlihatkan adanya pengaruh secara nyata terhadap hasil tangkapan. Namun dilihat dari total hasil tangkapan, jenis mata pancing berkait tiga lebih banyak hasil tangkapannya bila dibandingkan dengan jenis mata pancing berkait satu dan berkait dua. Jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi yang tertangkap selama penelitian yaitu ikan tongkol (Euthynnus pelamis) sebanyak 38 ekor (34,23%) pada mata pancing berkait satu, 33 ekor (29,27%) pada mata pancing berkait dua dan 40 ekor (36,84%) pada mata pancing berkait tiga. Pada mata pancing berkait tiga hasil tangkapan lebih banyak antara lain disebabkan gerakkan mata pancing ini lebih aktif bergerak di dalam perairan dan posisinya di dalam perairan lebih dalam, karena massa lebih berat sehingga ikan tongkol lebih dahulu menjangkaunya.Item STUDI MUTU DAN PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP MARINADE KERANG BULU (Anadara mequivaMg)(2012-12-02) MUS, SUKIRNO; LEKSONO, TJIPTOStudi mutu dan preferensi konsumen terhadap Marinade Kerang Bulu {Anadara inequivalvis) telah dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan dan Mikrobiologi Pangan Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan Universitas Riau Pekanbaru, Tujuan peneleitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh perbedaan konsentrasi larutan asam asetat dan garam terhadap preferensi konsumen dan mutu marinade kerang bulu {Anadara inequivalvis). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Rancangan yang digunakan dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial (Bender, Douglass, dan Kramer, 1982). Faktor pertama adalah perbedaan konsentrasi asam asetat yang terdiri 3 taraf yaitu konsentrasi asam asetat 4% (A4), 8% (Aa), dan 12% (A12); yang dikombinasikan dengan faktor kedua yaitu perbedaan konsentrasi garam, yang terdiri dari 3 taraf yaitu konsentrasi garam 6% (Ge), 12% (G12), dan 18% ( d e ) Evaluasi mutu, meliputi evaluasi sensoris, nilai pH, jumlah bakteri (MPN) Coliform, dan eksistensi bakteri Vibrio parahaemolyticus, dilakukan pada setiap kelompok pengamatan berdasarkan lamanya perendaman dalam larutan asam garam tersebut, yang terbagi atas 3 kelompok yaitu: kelompok waktu perendaman seiama 7 hari (H7), 14 hari ( H u ) , dan 21 hari (H21). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perbedaan konsentrasi asam asetat dan garam berpengaruh nyata terhadap preferensi konsumen dan mutu marinade kerang bulu {Anadara inequivalvis) seiama perendaman pada suhu kamar. Namun, interaksi antara penggunaan asam asetat dan garam sebagai larutan perendam tidak berbeda nyata terhadap mutu marinade kerang yang dihasilkan. Karakteristik terbaik dari marinade kerang bulu yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah bervjarna cerah, teksturnya kompak dan padat namun tidak iii keras atau liat, bau segar khas marinade kerang namun tidak terlalu menyengat, serta rasa asam-asin yang tidak berlebihan. Untuk mendapatkan preferensi konsumen terbaik dan mutu tertinggi, maka waktu perendaman yang diperlukan untuk pembuatan marinade kerang bulu tersebut adalah antara 7 hingga 14 hari, berbanding terbalik dengan konsentrasi larutan asam asetat terbaik yang digunakan yaitu antara 4% hingga 8%. Sedangkan konsentrasi larutan garam terbaik yang digunakan adalah 6%. Namun, untuk memastikan bahwa marinade kerang tersebut benar-beriar bebas dari bakteri patogen, maka disarankan untuk memasak marinade kerang tsriebih dahulu sebelum memakannya. ivItem Studi Pemanfaatan Limbah Kubis (Brassica oleracia) dalam Pembuatan Pikel Kerang Bulu (Anadara inequivalvis)(2012-12-02) LEKSONO, TJIPTO; MUS, SUKIRNO; AMIN, WAZNAStudi pemanfaatan limbah kubis dalam pembuatan pikel kerang bulu telah dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan dan Mikrobiologi Pangan Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan Universitas Riau Pekanbaru. Tujuan peneleitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh dan perbedaan penggunaan larutan asam laktat hasil fermentasi limbah kubis yang dibandingkan dengan penggunaan larutan asam asetat (asam cuka), sebagai larutan pencelup {pickling brine) dalam pembuatan pikel kerang bulu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen perbandingan antara dua macam perlakuan, yaitu penggunaan larutan pencelup berupa larutan asam laktat hasil fermentasi daun kubis dan larutan asam asetat 1%. Masing-masing larutan asam tersebut ditambahkan 3% garam dapur (NaCI), sehingga terbentuk larutan pencelup {pickling brine). Pembuatan pikel kerang darah ini diawali dengan tahap perendaman kerang bulu di dalam larutan asam asetat 5% selama 2 minggu. Selanjutnya, kerang tersebut dimasukkan ke dalam botol yang berisi larutan asam garam {pickling brine). Evaluasi mutu dilakukan seminggu sekali selama penyimpanan 4 minggu, namun pengamatan terus dilanjutkan hingga pruduk pikel kerang ditolak panelis. Parameter mutu yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pikel kerang tersebut adalah nilai organoleptik (rupa, bau, tekstur dan rasa), nilai pH, jumlah bakteri total (TPC), nilai TVB, dan eksistensi bakteri Vibrio. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa larutan asam laktat hasil fermentasi limbah kubis {Brassica oleracia) dapat digunakan sebagai larutan pencelup dalam pembuatan pikel kerang bulu {Anadara inequivalvis), karena dapat menurunkan pH kerang hingga 4,5, sehingga dapat menekan kemunduran mutu pikel kerang bulu. Pikel kerang bulu yang menggunakan larutan pencelup asam asetat lebih disukai panelis, selain karena bau dan rasanya lebih segar, pikel yang menggunakan larutan pencelup asam asetat juga berdaya simpan lebih panjang hingga 120 hari pada suhu kamardibandingkan dengan yang menggunakan larutan asam laktat yang berdaya simpan 60 hari.Item Karakteristik iota-karagenan dari rumput laut merah (Rhodhopyta) jenis Eucheuma spinosum yang berpotensi sebagai ingradien pangan(2012-12-03) DiharmI, AndarinI; Karnila, RahmanEuchema spinosum merupakan salah satu kelompok alga merah yang berpotensi dan sangat banyak dibudidayakan di perairan Indonesia. E. spinosum memilikt umur panen yang tidak terialu lama, biasanya hanya 45 hari atau 7 minggu. Pertumbuhan yang relatif singkat sehingga jumlah produksi meningkat. Untuk mengatasi kelebihan produksi dan meningkat nilai tambah maka dilakukan pengolahan terhadap E. spinosum. Pemanfaatnnya beraneka ragam baik dimanfaatkan dalam keadaan utuh atau melalui pengolahan. Salah satu bentuk pemanfaatannya diekstraks menghasilkan karagenan. Karagenan merupakan senyawa hidrokoloid hasil ekstraksi dari rumput laut merah merupakan senyawa polisakarida komplek. Senyawa ini terdiri dari sejumlah unit-unit galaktosa dan 3,6-anhidrogalaktosa yang berikatan dengan gugus suifat atau tidak dengan ikatan a 1,3-D-galaktosa dan p 1,4-3,6- anhidrogaiaktosa. Untuk mendapatkan karagenan ini secara alami dengan adanya enzin sulfohydrolase sedangkan secara komersial melalu proses ekstraksi dengan alkali. Peneiitian ini dilakukan beberapa tahapan yaitu; persiapan bahan baku dengan mencuci dan mengeringkan kembali rumput laut dari petani. Selanjutnya bahan baku yang telah kering (kadar air sekitar 20%), dianalisis komposisi proksimat dan serat. Tahapan berikutnya adalah melakukan ekstraksi untuk mendaptkan karagenan. Sumber rumput laut E. spinosum berasal dri 2 perairan yaitu Sumenep dan Takalar. Ekstraksi dilakukan dengan alkali dalam kondisi panas. Proses untuk mendapatkan karagenan melalui beberapa tahapan yaitu, proses perendaman, pemanasan, penyaringan, pengendapan, penyaringan kembali, pengeringan, penggilingan sehingga dihasilkan karagenan. Hasil peneiitian terhadap komposisi proksimat bahan baku menunjukkan bahwa komponen terbesar adalah karbohidrat. Kandungannya lainnya adalah protein, air, abu dan lemak. Bahan baku yang telah dianalisis komposisi kimianya selanjutnya dilakukan ekstraksi untuk mendapatkan karagenan. Karagenan yang dihasilkan dianalisis karakteristik fisiko-kimianya. Rendemen yang dihasilkan dari ekstraksi rumput laut £. spinosum. adalah 34-37%. Karakteristik kimianya adalah kadar air, abu, abu tkJak larut asam, suifat, kandungan mineral, togam berat hasilnya memenuhi standar dari yang telah ditetapkan oleh FAO untuk rffened carrageenan. Untuk karakteristik fisjk yaitu kekuatan gel dan viskositas hasilnya juga memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh FAO. Analisis terhadap kandungan mikrobiologi baik total plate count (TPC), kapang dan kamir dan mikroba patogen (Salmonella spp dan E. coli) menunjukkan bahwa karagenan yang dihasilkan terbebas dari cemaran mikoba patogen. Dengan demikian karagenan yang dihasilkan merupakan dapat digunakan sebagai ingredien pangan dan spesifikasinya telah memenuhi mutu yang telah ditetapkan oleh FAO {Rifened carrageenan)Item :Pendugaan Potensi dan Pola Musim Penangkapan Ikan Kurau (Eleutheronema tetradactylum) di Sekitar P'jiau Bengkalis, Riau(2012-12-03) SyaifuddinIkan kurau memillkl nama Internasional four finger threadfin termasuk jenis ikan kelompok dimersal. Bentuk bulat memanjang warna abu-abu perak kekuningan adanya 4 buah filament pada bagian sirip dada dengan habitat di peralran pesjsir. Dalam pengembangan dan peiestarian ikan kurau ada beberapa kendala terutama pada aspek potensi kurau yang ada. Untuk mengantlslpasi kendala pengembangan maka perlu dirumuskan arahan kebijakan perikanan perairan Bengkalis, untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang potensi dan pola musim penangkapan ikan kurau. Sehlngga diketahui potensi lestari dan tingkat pemanfaatannya. Tujuan penelitian untuk mengetahui penggunaan alat tangkap kurau antara lain menganalisis kondisi perikanan ikan kurau dari aspek biologi dan ekologi, mengidentifikasi alat tangkap kurau darl aspek teknologi, pemanfaatan sumberdaya perikanan dan pola musim penangkapan. Metode yang digunakan adalah survey yaltu mengambil data primer dengan cara pengamatan langsung kepada pemilik alat tangkap kurau, data skunder dari Dinas Perikanan bengkalis yang mellputi data produksl selama lima tahun, mengolah data dengan metode surplus pruduksl meliputi catch, effort, catct per unit effort, standarisasl alat tangkap, fishing power Index, tingkat pengupayaan dan pemanfaatan Schaefer dan menentuka pola musim penangkapan. Upaya penangkapan (effort) ikan kurau terdiri dari rawai (long line} dan jaring batu {bottom gillnet) yang mempunyai tripnya sama yaltu 6 hari dalam semingga. Effort tahunan tertlnggi tahun 2006 sebesar 1627392 trip (gabungan) dan terendah tahun 2002 sebesar 388440 trip (gabungan). CPUE tahunan jaring batu berklsar 0,001-0,012 ton/trip dengan rata-rata 0,006 ton/trip. CPUE tahunan rawal antara 0,001-0,004 ton/trip dengan rata-rata 0,002 ton/trip. Sedangkan nilai MSY untuk ikan kurau yang didaratkan di Bengkalis 1140,050 kg/tahun dan nilai upaya optimum fopt sebesar 151000 trip/tahun, sehlngga bila dihubungkan antara catch dan tingkat pemanfaatan ikan kurau di Bengkalis telah over fishing atau leblh tangkap dengan tingkat pemanfaatan meleblhi 100%. Pola musim penangkapan disamping dipengaruhi oleh factor cuaca dan ikiim. Informasi pola musim ditentukan berdasarkan arah angin, juga melihat trend dari grafis berdasarkan hasil tangkapan perbulan selama 6 tahun. Berdasarkan analisis pola musim penangkapan tertlnggi pada bulan April, Mai dan Nopember (1391,91), (1330,39) dan (1343,81) sedangkan yang terendah pada bulan Juni yaltu 920,89.Item PENGARUH K E K E R U H A N TERHADAP DENSITAS ZOOXANTHELLAE PADA KARANG SCLERACTINLV DI PERAIRAN KEPULAUAN RIAU(2012-12-03) ThamrinPengaruli kekeruhan/padatan tersuspensi terhadap karang scleractinia Acropora formosa dan A. donei diarnati dari densitas zooxantheilae sebagai simbion kedua jenis karang tersebut. Pengaruh kekeruhan ini diarnati pada karang tipe bercabang A. formosa dan A. donei yang diambil pada kedalaman 3 meter dari perairan Pantai Trikora Tanjung Pinang dan perairan Pulau mapur Kepulauan Riau. Kedua spesies ini diambil di perairan pantai Trikora dan perairan Pulau Mapur, dan kemudian dibawa ke laboratorium marine center Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Untuk menghitung kepadatan (densitas) zooxantheilae pada karang inang digunakan hematocytometer di bawa microscope binocular, dimana sebelumnya semuah sample terlebih dahulu di fiksasi dengan formalin 10 % dan didekalsifikasi dengan 10 % asam asetat + 10 % formalin. Zooxantheilae sebagai simbion karang merupakan micro algae yang hidup bersimbiosis secara mutualisme dengan karang scleractinia, dan hidup menetap di dalam jaringan endodemal karang inang. Sebagai simbion, micro algae yang biasa disebut zooxantheilae ini memiliki peran yang sangat besar sekali dalam menentukan keuerlanjutan kehidupan hewan karang, sehingga bila zooxantheilae keluar dari dalam tubuh karang (bleaching) bisa berakibat fatal pada karang inang. Berbagai factor lingkungan dapat menyebabkan terjadinya proses bleaching pada karang, seperti peningktan atau penurunan suhu perairan di atas atau di bawah normal, penurunan salinitas perairan, peningkatan sedimentasi, peningkatan kekeruhan, dan Iain-lain.Item Domestikasi dan Teknologi Pembenihan Ikan Kelabau {Osteochilus kelabau Popta) dari perairan Sungai Kampar, Riau(2012-12-03) YURISMAN; MANDA PUTRA, RIDWANIkan kelabau (Osteochilus kelabau Popta) merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting dari 31 jenis ikan yang berhasil diidentifikasi dari perairan Sungai Kampar, Riau. Di Kabupaten Kampar ikan ini merupakan ikan yang sangat digemari oleh masyarakat karena memiliki ukuran yang besar (mencapai panjang 0,5 m dengan berat 15 kg. Selama ini penyediaan ikan kelabau hanya diperoleh dari hasil tangkapan di alam. Bila hal ini dibiarkan penemgkapan yang leluasa melebihi ekploitasi sumberdaya perairan maka akan mengganggu kelestariannya bahkan menyebabkan punahnya ikan tersebut. Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yakni tahap pertama bertujuan untuk menemukan teknologi domestikasi ikan kelabau yang mencakup teknik pemeliharaan calon induk dari alam ke wadah pemeliharaan dalam karamba, jenis dan dosis pakan yang tepat untuk merangsang pertumbuhan dan pematangan gonad. Pada tahap penelitian kedua bertujuan untuk mengetahui teknologi dalam pembenihan ikan kelabau yang mencakup penentuan dosis kombinasi ovaprim dan prostaglandin F2 a yang tepat dalam meningkatkan daya rangsang ovulasi dan kualitas telur induk ikan kelabau betina, meningkatkan volume semen dan kualitas spermatozoa induk ikan kelabau jantan serta penentuan teknologi pemeliharaan larva yang tepat hingga berukuran benih yang siap imtuk dibesarkan/dibudidayakan.Item Pemanfaatan Rumah Kaca dan Kemasan Vakum Terhadap Mutu Ikan Kembung {{Rastrelliger neglectus) Asin yang Disimpan Pada Suhu Berbeda(2012-12-03) Amin, WaznaPenelitian tentang pemanfaatan rumah kaca dan kemasan vakum terhadap mutu ikan Kembung (Rastrelliger neglectus) asin yang disimpan pada suhu berbeda telah dilaksanakan pada bulan November - Desember 2004. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis dan mengevaluasi pemanfaatan alat pengering rumah kaca dan kemasan vakum, serta, mencari perlakuan yang terbaik. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen di Laboratorium Mikrobiologi Pangan dan Kimia Pangan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau. Rancangan penelitian adalah rancangan acak kelompok (rak) dua faktor. Faktor A terdiri atas A o : para-para, A i : rumah kaca sederhana, dan A 2 : rumah kaca tadah satu (plat hitam). Faktor B terdiri atas Bo : kemasan non vakum, dan B i : kemasan vakum. Kelompok yang merupakan ulangan pengamatan yang terdiri atas 2 kasus. Kasus pertama penyimpanan pada suhu kamar (Ho = 0 hari, H15 = 10 hari), Kasus kedua penyimpanan pada suhu dingin ± 5 °C (0 hari dan 15 hari). Parameter yang diuji yaitu ; kadar air, kadar protein, kadar lemak, total bakteri halofilik, total jamur dan nilai organoleptik. Suhu udara pada alat pengering para-para (Ao) berkisar antara 29 °C - 36 °C, alat pengering rumah kaca sederhana (Aj) 28 - 44 °C dan alat pengering rumah kaca tadah satu (A2) antara 29 °C - 48 "C. Hasil penelitian menunjukkan pada suhu kamar kadar air ikan Kembung asin selama penelitian berkisar antara 26,8 - 34,6%. Kadar protein antara 53,3 - 59,6%, kadar lemak antara 4,8 - 7,8%, total bakteri halofilik antara 9,1 x 10 - 6,2 x 10^ sel/gram, total jamur berkisar antara 1,1x10-3,5 x l O ^ dan nilai organoleptik berkisar antara 7,8 - 8,4. Pada suhu dingin kadar air berkisar antara 26,2 - 32,5%, protein 53,2 - 59,5%, lemak 5,4 - 8,4%, total bakteri halofilik 2,1 x 10 - 6,4 x 10^ sel/gram, total jamur antara 2,3 X 10 - 8,1 X 10' sel/gram, dan nilai organoleptik berkisar antara 7,8 - 8,6. Mutu ikan Kembung asin pada semua perlakuan sampai hari ke 10 pada suhu kamar dan hari ke 15 pada suhu dingin dapat diterima. Kadar air total bakteri dan jamur pada suhu dingin lebih rendah dari suhu kamar dan kadar lemak serta organoleptik lebih tinggi. Hasil analisis variansi pada suhu kamar dan dingin menunjukkan perlakuan alat pengering rumah kaca dan kemasan vakum berpengaruh sangat nyata terhadap parameter yang diuji. Perlakuan A2B1 yaitu dengan alat pengering rumah kaca tadah satu dan kemasan vakum adalah perlakuan yang terbaik dengan kadar air, total bakteri, jamur terendah, kadar protein, lemak dan nilai organoleptik tertinggi. Penyimpanan pada suhu dingin lebih baik dari suhu kamar ditinjau dari total bakteri halofilik dan total jamur.Item Evaluasi Silase Ikan Sebagai Sumber Protein Dalam Diet Untuk Kakap {Ixiles calcarifer)(2012-12-04) M.Tang, UsmanPakan buatan yang memiliki nutrient yang seimbang perlu diperkenalkan sebagai pengganti ikan rucaii (pakan tradisional) mengingat ikan rucah terbatas baik mutu gizi ataupun pasokannya. Selanjutnya penggunaan tepung ikan sebagai sumber protein konvensional perlu pula diganti sebagian dengan sumber protein lokal karena harganya mahal dan ketersediaannya tidak pasti, bergantung kepada impor. PemanFaatan silase ikan sebagai sumber protein pengganti sebagian tepung ikan perlu dipertimbangkan karena bahan bakunya tersedia dengan harga yang murah dan teknologi pengolahannya cukup sederhana. Metode pembiialan silase ikan perlu pula disesuaikan dengan kondisi dan ketersediaan bahan pengawel di daerah ini. Pembuatan silase dengan menggunakan asam formiat merupakan pilihan yang tepat karena metode pembuatan lebih sederhana dan asam formiat mudah didapat di daerah ini sebagai bahan kimia pengolah karet pada perkebunan karet rakyat. Berdasarkan keperluan tersebut diatas, penelitian yang dilakukan meliputi: 1) evaluasi komposisi kimia silase yang dibuat dari ikan-ikan rucah yang diawetkan dengan asam formiat, 2) evaluasi karekteristik diet silase (pH, dan slabililas dalam air), 3) evaluasi pengaruh diet silase lerhadap pertumbuhan kakap melalui uji pertumbuhan dalam tangki dan karamba (growth trial), 4) uji kecernaan pakan dan 5) mengamati dampak pakan terhadap histologi jaringan hati ikan.Item Pemaniaataii Ekstrak bawang Putih {Allium sativum) Untuk Pengobatan Penyakit Bakteri Aeromonas hydrophila Pada ikan Mas (Cyprinus carpio L)(2012-12-04) Lukistyowati, lesje; Hasibuan, SaberinaTujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui manfaat ekstrak bawang putih untuk pengobatan penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia) pada ikan mas dengan metoda suntikan secara intra muscular dan mencari konsentrasi yang terbaik dari ekstrak bawang putih sebagai obat antimicrobial terhadap bakteri Aeromonas. Sampel ikan yang akan digunakan diinfeksi terlebih dahulu dengan bakteri Aeromonas hydrophila yang telah diuji patogenisitasnya, setelah menampakkan gejala klinis terserang bakteri Aeromonas (setelah 6 hari ), ikan diacak kemudian diberi perlakuan ekstrak bawang putih masing-masing perlakuan 10 ekor, dimana perlakuannya adalah PO (kontrol tanpa pemberian ekstrak bawang putih akan tetapi diberi suntikan garam fisiologis); PI (ekstrak bawan putih konsentrasi 10 ml/1); P2 (ekstrak bawang putih konsentrasi 20 ml/1) dan P3 (ekstrak bawang putih konsentrasi 30 ml/1) dosis suntikan masing-masing perlakuan adalah 0,1 ml/ekor secara intra muskuler. Kemudian ikan dipelihara selama 14 hari dan diberi makan dengan frekuensi tiga kali sehari secara adlibitum dan diamati gejala klinisnya. Pemanfaatan ekstrak bawang putih (Aliiiim sativum) untuk pengobatan penyakit bakteri Aeromonas hydrophila berpengaruh sangat nyata (P< 0.01) terhadap kelulus hidupan ikan mas (Cyprinus carpio L), namun antar perlakuan tidak berbeda nyata. Perlakuan yang terbaik adalah PI (konsentrasi 10 ml/1) dengan kelulushidupan sebesar 96,67%, diikuti P2 ( 20 ml/1) sebesar 83,33 % dan P3 ( 30 ml/1) sebesar 73,33%.Item Peningkatan Volume Semen dan Kualitas Spermatozoa Ikan Betutu Jantan {Oxyeleolris marmorata Blkr) Melalui Penyuntikan Ovaprim(2012-12-04) YurismanPenelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengembangbiakan Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru yang berlangsung seiama empat bulan yakni mulai dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2004. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar peningkatan volume semen dan kualitas spermatozoa ikan betutu jantan (Oxyeleotris mamiorata Blkr) yang mencakup konsentrasi, motilitas, viabilitas, dayatetas melalui penyuntikan ovaprim. Ikan uji yang digunakan adalah induk ikan betutu janlan matang gonad sebanyak 30 ekor dengan kisaran berat 500 - 600 gram dan panjang antara 20 - 25 cm. Untuk fertilisasi digunakan pula induk bclina matang gonad sebanyak 20 ekor dengan kisaran hcrat 500 600 gram dan panjang antara 20 25 cm. Wadah yang digunakan untuk induk ikan sctelah disunlik dengan oba( perangsang ovaprim adalah 5 buah bak fiber yang dilengkapi dengan aerasi. Penelitian ini menggunakan metoda eksperimen dengan perlakuan menggunakan beberapa macam dosis ovaprim yaitu penyuntikan ovaprim dengan dosis 0,3 ml/kg bobot badan (PI), penyimtikan ovaprim dengan dosis 0,5 ml/kg bobot badan (PlI), penyuntikan ovaprim dengan dosis 0,7 ml/kg bobot badan (PHI), penyuntikan ovaprim dengan dosis 0,9 ml/kg bobot badan (PIV), penyuntikan ovaprim 1,1 ml/kg bobot badan (PV) dan penyuntikan dengan NaCL fisiologi 2 ml/kg bobot badan (sebagai kontrol).Item PERAN IMMUNOSTIMULAN UNTUK MENCEGAH PENYAKIT ICHTYOPHTHIRIASIS PADA IKAN JAMBAL SIAM (Pangasius Hypophthalmus(2012-12-04) SYAWAL, HENNI; RIAUWATI, MORINAPenyakit Ichthyophthiriasis adalah suatu jenis penyakit pada ikan air tawar yang disebabkan oleh parasit /. multifiliis golongan protozoa kelas siliata. Pencegahan terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan pemberian bahan immunostimulan {Saccharomyces cerevisiae dan Levamisol) dosis yang digunakan adalah 40, 60 dan 80 mg/L untuk setiap bahan immunostimulan. Pemberian immunostimulan dilakukan secara perendaman (emersion) selama 15 menit, kemudian ikan dipelihara dan pada hari ke 15 dilakukan uji tantang dengan /. multifiliis stadia tropozoid sebanyak ± 74 sel per akuarium dengan kepadatan 10 ekor ikan berukuran 8 - 1 0 cm. Hasil yang terbaik didapatkan pada perlakuan Saccharomyces cerevisiae dosis 80 mg'L kelulushidupan ikan uji 96,67%, sedangkan Levamisol dosis 60 mg/L 100%, kontrol 56,6"° o.Item Ekologi dan Kebiasaan Makan Ikan Kelabau {Osteochillus kelabau ) dari Perairan Umum Kabupaten Pelalawan, Riau.(2012-12-04) Nasution, SyafruddinIkan kelabau {Osleochilus kelabau ) adalah sejenis ikan air tawar yang termasuk famili Cyprinidac dan tcrscbar pada pcrairan sungai, anak sungai, danau dan rawa-ravva di dacrah Riau. Pada sat ini, kelabau menjadi pusat perhatian karena seinakin jarang ditemui di pasaran. Hal ini diduga adalah disebabkan habitatnya sudah mengalami degradasi akibat proses perusakan hutan yang mengakibatkan scdimenlasi pada perairan, polusi dan penangkanpan yang kurang mengindahkan kaidah-kaidah konservasi sumberdaya alam. Sedikit sekali inforasi tentang kehidupan ikan kelabau yang diketahui saat ini. Untuk mcngantisipasi kemungkinan terjadi kepunahan dan untuk mcncliti kemungknan pembudidayaan ikan ini di masa yang akan datang, maka penelitian terhadap ekologi ikan kelabau ini perlu dilakukan