1.Seminar Nasional Teknik Kimia Topi Tahun 2006
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing 1.Seminar Nasional Teknik Kimia Topi Tahun 2006 by Title
Now showing 1 - 20 of 37
Results Per Page
Sort Options
Item Alkilasi Diphenyamine Dan Pengaruhnya Pada Efektivitas Penghambatan Oksidasi Ester Poligliserol - Estolida Asam Oleat(2015-09-26) Dermawan, DickyEster poligliserol – estolida asam oleat (disingkat EPG) merupakan bahan terbaharukan yang sedang dikembangkan sebagai bahan alternatif untuk digunakan sebagai minyak pelumas. Penelitian ini mempelajari alkilasi dan pengaruh reaksi ini terhadap efektivitas diphenylamine (disingkat DPA) sebagai antioksidan pada penghambatan oksidasi EPG. Alkilasi dilakukan menggunakan stirena sebagai bahan pengalkil pada rasio mol DPA : stirena = 1 : 1,3 dengan bantuan katalis bleaching earth. Reaksi dipelajari melalui analisis Thermogravimetry (TG) dan analisis Gas Chromatography - Mass Spectroscopy (GC-MS). Pengaruh alkilasi terhadap efektivitas DPA sebagai antioksidan diujikan terhadap suatu sampel EPG yang memenuhi spesifikasi viskositas pelumas mesin SAE 40. Uji ketahanan oksidasi dilakukan menggunakan Modified Indiana Stirring Oxidation Test: Hasil penelitian menunjukkan bahwa alkilasi dapat meningkatkan efektivitas DPA sebagai antioksidan. Ketahanan oksidasi terbaik diperoleh pada formulasi EPG dengan 1,5% berat alkilat DPA yang memberikan tambahan masa pakai EPG dari 45,5 jam menjadi 96 jam. Masa pakai didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan sehingga oksidasi pada kondisi uji menyebabkan kenaikan viskositas sebesar 275%, diukur pada suhu 40oC.Item Aplikasi Metode Pengadukan Pada Proses Pembuatan Virgin Coconut Oil(2015-09-26) Purwanto, DidikPenelitian ini bertujuan untuk membuat Virgin Coconut Oil (VCO) melalui metode pengadukan dan mencari pengaruh kecepatan putar, jenis baffle dan impeller terhadap kuantitas VCO yang dihasilkan. Penelitian dilakukan secara eksperimen dengan cara memeras parutan kelapa hingga diperoleh santan kental (kanil). Kanil diaduk dengan variasi kecepatan putar : 1185, 3250, 5250, dan 5750 rpm. Tangki pengaduk yang digunakan bervariasi: tanpa baffle, dengan affle berukuran J/Dt=1/12, dan J/Dt=1/6. Proses pengadukan mengunakan impeller baling tiga daun dan plat empat daun. Kanil yang telah diaduk didiamkan dan diperoleh VCO yang siap untuk disaring dan dikonsumsi. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa semakin tinggi kecepatan putar, VCO yang dihasilkan semakin banyak. Adanya baffle pada tangki pengaduk sangat membantu proses pengadukan. Baffle dengan ukuran J/Dt=1/6 memberikan hasil minyak yang lebih banyak dari baffle berukuran J/Dt=1/12. Pada kecepatan putar yang sama, impeller baling tiga daun memberikan hasil minyak yang lebih banyak dari pada impeller plat empat daun.Item Application Of Sieve/Screen Analysis In Petroleum Industry, Determine Gravel And Screen Size To Control Sand Production(2015-09-28) Lesmana, Ruly; Ardyanto, HarryThe formation sand that produced together with oil and/or gas creates a number of potentially dangerous and costly problem (Losses in production, erosion damage, sand disposal, etc). In petroleum industries which explore and produce crude oil, sieve analysis is used/applied to describe the population of formation sand grain size. Sieve analysis became the accepted method for characterizing both the formation sand and the gravel which to be used to control sand production. Gravel Pack is currently the most used and most successful method of sand control, whereas the screen will holds the gravel in place. The main objectives of this experimental study are, describing the population of formation sand, determine the uniformity coefficient, define the gravel pack size that can minimize and/or stop formation sand movement and screen gauge that be hold the gravel in place. The experimental study was started by coring job program. Core samples were taken from varies depth of two new wells, well A and well B that located in North Duri Field. Formation sand sample of well A came from the following depth; 521’, 547’, 601’ and 608’. While, formation sand sample of well B taken from; 623’, 637’, 650’, 664’, 690’ and 710’. Prior to sieve analysis each formation sand samples must be cleaned from any impurities substance by using Soxhlet extraction and Toluene used as solvent. It is then dried, grains separated with a mortar and pestle, being careful not to crush but only to separate individual grains. Then, the sand sample (from core) of known weight is passed through a set of sieves of known mesh sizes. Based on data interpretations and calculations, we got some conclusions as followed: all of the sand formation samples relatively uniform, indicated by their Uniformity Coefficient (C) less than 5, The proper gravel pack size that can stop and/or minimize sand production is +20– 40 (Comparing Total Pressure drop of varies gravel sizes - Darcy’s Law), whereas the screen gauge that used to hold gravel is 12 gauge (0,012 Inch)Item Cloud Point Campuran Minyak Solar Dan Plastik Polietilena(2015-09-28) Soewarno, Nonot; Sumarno; Wibawa, Gede; BahruddinBeberapa peneliti terdahulu sudah menunjukkan bahwa campuran sampah plastik dengan bahan bakar diesel dapat digunakan sebagai bahan bakar pada mesin-mesin yang menggunakan bahan bakar diesel. Salah satu spesifikasi utama yang harus dilengkapi dari bahan bakar tersebut adalah cloud point. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari cloud point bahan bakar alternatif yang dibuat dari campuran plastik polietilena dengan bahan bakar diesel jenis high speed diesel (minyak solar). Secara eksperimen, cloud point ditentukan dengan mengamati saat mulai terbentuknya padatan (cloud) dalam larutan. Cloud point diamati pada komposisi polietilena yang bervariasi. Selanjutnya, cloud point dimodelkan sebagai kondisi kesetimbangan padat-cair, dimana koefisien aktivitas polimer dinyatakan dengan model Entropic-FV. Data eksperimen dikorelasikan dengan model melalui penentuan parameter interaksi dari model Entropic- FV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cloud point dari campuran sangat berbeda dibandingkan dengan minyak solar, dan tergantung pada komposisi polietilena. Data eksperimen dan model dapat berkorelasi dengan baik, terutama pada kondisi dimana parameter interaksi dianggap dependen terhadap suhu campuran. Pada kondisi tersebut nilai AAD adalah paling kecil, yaitu sebesar 0,44%.Item Kajian Awal Esterifikasi Asam Lemak Bebas Yang Dikandung Minyak Sawit Mentah Pada Katalis Zeolit Sintesis(2015-09-28) Zahrina, Ida; SunarnoEsterifikasi asam lemak bebas dengan metanol merupakan salah satu cara untuk menghilangkan asam lemak bebas yang dikandung minyak sawit mentah. Reaksi esterifikasi dikatalisis oleh asam. Zeolit sintesis merupakan asam lewis sehingga memungkinkan mengkatalisis reaksi ini. Aktivitas katalis mungkin dipengaruhi oleh nisbah molar Si/Al pada analsim, karena kekuatan asam-nya mungkin mempengaruhi tingkat keasaman akhir hasil reaksi esterifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kinerja (aktivitas dan usia kerja) katalis zeolit sintetis (analsim) pada reaksi esterifikasi asam lemak bebas yang dikandung minyak sawit dengan memvariasikan nisbah molar Si/Al pada zeolit. Esterifikasi asam lemak bebas yang dikandung minyak sawit dengan metanol menggunakan katalis zeolit sintesis menghasilkan konversi tertinggi sebesar 97,83% pada nisbah molar Si/Al 6. Aktivitas katalis bekas pada nisbah molar Si/Al 6 diperoleh konversi 80,56%.. Konversi ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan reaksi esterifikasi tanpa katalis yang hanya menghasilkan konversi sebesar 53,64%.Item Kajian Awal Pembuatan Pulp Akasia Dengan Metode Pulp Biologik(2015-09-28) Amraini, Said Zul; EvelynKraft process is used by the mostly pulp industries. This process can produce a good quality pulp, but it also gives negative impact to the environment. In order to solve this impact, we try to used a method of process that friendly to the environment. Its method is “ Biopulping”, a process with utilized the microorganism to produce a pulp, ie Trametes versicolor fungi sp. The objective of this research to investigate the possibility of biological process (fermentation) in producting the pulp. Hence, it was expected to give the information about the process condition by varying the air flow rate and the thickness of the chip. The result showed that the amount degradation of the lignin was decrease while the amount of α selulose showing decreasing too. For the variation of air flow rate, the lowest amount of α selulose and the highest amount of degradation of lignin is find at the rate 7 l/minutes. While for the variation of the thickness of the chip, the lowest amount of α selulose and the highest amount of degradation of lignin is find at 3 mm.Item Kajian Bio Oil Dari Limbah Padat Sawit Dengan Metoda Fast Pyrolysis(2015-09-28) Detrina, Irenne; Yusnitawati; Bahri, Syaiful; Saputra, EdyTelah dilakukan penelitian pendahuluan pembuatan bio oil dari limbah padat sawit. Metoda yang digunakan adalah pyrolysis. Beberapa parameter yang diuji diantaranya variasi temperatur dan ukuran partikel. Pada telaah pendahuluan ini telah diperoleh fasa cair yang diyakini adalah bio oil dengan kualitas yang masih perlu dikaji lanjut. Kajian lanjut itu adalah pemurnian, penentuan sifat fisis, dan nilai kalor.Item Kesetimbangan Biosorpsi Logam Berat Pb(Ii) Dengan Biomassa Aspergillus Niger(2015-09-28) Listiarini; Putra, Maeko; Amri, Amun; Fadli, Ahmad; Heltina, Desi; ChairulPenelitian Kesetimbangan Biosorpsi Logam Berat Pb2+ dengan Biomassa Aspergillus Niger dilakukan untuk mendapatkan karakteristik dan parameter kesetimbangan biosorpsi yang berguna bagi perancangan unit operasinya. Percobaan diawali dengan pembiakan biomassa Aspergillus Niger sehingga mencapai jumlah yang cukup untuk percobaan. Sejumlah 1 mg biomassa dikontakkan dengan 25 ml larutan logam Pb2+ pada berbagai konsentrasi larutan awal (Co) di dalam erlenmeyer sampai mencapai waktu kesetimbangan, dan dilakukan pada suhu kamar serta pH 5. Dengan menggunakan AAS sampel dianalisa, kemudian diperoleh sederet pasangan data logam yang tersisa dalam larutan (Ce) dan logam terjerap saat kesetimbangan (qe), yang kemudian diplot membentuk kurva kesetimbangan (isotherm) adsorpsi (biosorpsi). Percobaan yang sama dilakukan untuk mendapatkan kurva isotherm adsorpsi pada berbagai variasi suhu dan pH yang lain, yaitu suhu 40 0C dan 50 0C serta pH 3 dan pH 8. Dari percobaan diperoleh waktu kesetimbangan sekitar 24 jam, data kesetimbangan (isotherm) menunjukkan bahwa proses biosorpsi berlangsung optimal pada pH 5 dan suhu kamar (270C) dan adsorpsi yang terjadi merupakan sistem yang komplek dengan kombinasi dari berbagai mekanisme. Nilai konstanta kesetimbangan Langmuir sebesar KL = 0,0295 l/mg dan nilai panas adsorpsi (ΔH) sebesar –0,73225 kcal/mol oK.Item Kinetika Ekstraksi Reaktif Silika Dari Abu Sabut Sawit(2015-09-28) Utama, Panca Setia; Saputra, EdyAbu sabut sawit merupakan sumber silika yang cukup potensial tetapi belum banyak termanfaatkan. Proses ekstraksi silika dalam abu sabut sawit dengan menggunakan pelarut NaOH merupakan salah satu cara untuk mendapatkan silika dengan kemurnian yang tinggi. Dibandingkan dengan metode lain proses ini memiliki keunggulan yaitu dapat dihasilkannya silika dengan kemurnian yang tinggi dan suhu proses yang relatif rendah. Dalam proses tersebut dijumpai sistem heterogen yang melibatkan perpindahan massa padat-cair dan reaksi kimia. Proses ekstraksi silika dari abu sabut sawit dengan pelarut NaOH dapat dilakukan secara batch pada tangki berpengaduk. Mula-mula larutan NaOH dimasukkan dalam tangki dan dipanaskan dalam waterbath sampai suhu tertentu. Kemudian abu sabut sawit dimasukkan dalam tangki dan diaduk pada kecepatan pengadukan tertentu. Setiap selang waktu tertentu cuplikan diambil dan dianalisa kadar Silikonnya (Si) dengan AAS. Variabel yang dipelajari adalah variasi suhu pada kisaran 80 oC sampai dengan 105 oC. Pada percobaan ini proses ekstraksi silika dapat didekati dengan model reaksi homogen semu orde satu terhadap NaOH, dengan kesalahan relatif rata-rata sekitar 2 %. Konstanta kecepatan reaksi over all pada kisaran suhu percobaan dapat didekati dengan persamaan Arrhenius, berbentuk : k’ = 28960 exp (-6021,3 /T ) ( men-1) dengan kesalahan relatif 3,7 %Item Kinetika Etanolisis Minyak Jarak Dengan Katalisator Penukar Anion(2015-09-25) BudhijantoKelangkaan bahan bakar minyak mendorong pemakaian minyak nabati sebagai bahan bakar cair alternatif yang terbarukan. Tingginya viskositas minyak nabati menyebabkan berbagai kendala pada pemakaian langsung minyak nabati sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Etanolisis minyak nabati merupakan salah satu cara yang telah terbukti mampu menurunkan viskositas minyak nabati. Reaksi ini memerlukan katalisator, supaya reaksi dapat berlangsung cepat pada suhu yang relatif rendah. Katalisator yang umum digunakan adalah larutan asam, basa, atau enzim. Kendala utama pada pemakaian katalisator homogen ini adalah pemungutan kembali katalisator. Masalah ini dapat diatasi dengan pemakaian katalisator padat, seperti penukar anion. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari kinetika etanolisis minyak nabati, khususnya minyak jarak kepyar, dengan katalisator penukar anion. Penukar anion dicampur dengan minyak jarak kepyar pada perbandingan tertentu di dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan pemanas mantel, pengaduk, termometer, pendingin balik, dan pengambil cuplikan. Campuran ini dipanaskan sampai suhu reaksi sambil diaduk. Secara terpisah, sejumlah etanol juga dipanaskan sampai suhu reaksi. Setelah suhu reaksi yang diinginkan tercapai, etanol ditambahkan ke dalam minyak jarak kepyar dan reaksi dijalankan secara batch. Cuplikan diambil setiap 20 menit untuk dianalisis kadar gliserolnya. Data yang dikumpulkan adalah konversi minyak jarak kepyar pada berbagai waktu reaksi, suhu, dan jumlah katalisator. Hasil penelitian menunjukkan penukar anion dapat mengkatalisis etanolisis minyak jarak kepyar. Reaksinya mengikuti mekanisme reaksi substitusi nukleofilik order dua (SN2). Kecepatan reaksinya beroder satu terhadap konsentrasi gugus karbonil di dalam gliserid dan berorder satu terhadap konsentrasi katalisator.Item Meningkatkan Produksi Biosurfaktan Bakteri Bacillus Maceran Strain TS9-8 Dengan Perlakuan Faktor Lingkungan ( Ph, Suhu Dan Suplai Oksigen).(2015-09-28) Hasbi, Muhammad; Tabrani, GunawanBiosurfaktan merupakan salah satu produk bioremedisi untuk penangani pencemaran minyak bumi di perairan ataupun lahan yang ramah lingkungan. Peningkatan produksi akan memperbesar efisiensi pemulihan pencemaran sehingga pemulihan lingkungan dapat berjalan lebih cepat. Untuk peningkatan produksi biosurfaktan oleh bakteri Bacillus maceran Strain TS9-8 telah dilakukan kajian dengan percobaan foktorial terhadap proses permentasi selama 24 jam. Percobaan yang dilakukan terdiri dari tiga factor dan masing-masing tiga taraf untuk pH dan suhu, sedanagkan suplay oksigen satu taraf saja: (pH: 5,3 ; 6,8 ; 8,3 , Suhu 30oC ; 33,5oC; 37oC dan suplay oksigen 200 rpm). Berdasarkan hasil analisis uji DNMRT 5% menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan pH berpengaruh sangat nyata terhadap produksi biosurfaktan dimana taraf pH 8,3 dengan suhu 30oC memberikan hasil yang paling tinggi. Sebaliknya interaksi yang sama memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan pertumbuhan bakteri Bacillus maceran Strain ST9-8.Item Menurunkan Kandungan Ammonia Di Gas Buang PT.Dsm Kaltim Melamine Bontang(2015-09-28) Ahmadi, Muchlis; Susilo, Paulus JokoPT.DSM KALTIM MELAMINE Bontang adalah melamine plant yang proses produksinya menggunakan stamicarbon prosess. Kapasitas awal pabrik adalah pada kondisi rate urea feed 20 T/h, namun pada perkembangannya, pabrik bisa beroperasi pada rate urea feed 24 T/h. Secara umum tahapan proses produksi terdiri dari front end, back end dan carbamate section. Bahan baku pabrik melamine terdiri dari urea melt dan ammonia yang di supply oleh PT.PUPUK KALTIM. Dalam proses yang terjadi, sebagian besar ammonia dikirim kembali ke front end dan sebagian lagi dikirim kembali ke PKT dalam bentuk carbamate. Namun sebagian kecil lagi, ammonia harus dibuang bersama gas gas yang lain sebagai gas buang. Batasan kandungan ammonia dalam gas buang di stack diatur oleh keputusan pemerintah yang tertuang dalam Kepmen LH No.133 tahun 2004 dimana maksimal ammonia di gas buang adalah 500 mgr/Nm3. Permasalahannya adalah bahwa design pabrik dilakukan jauh sebelum Kepmen dikeluarkan. Dimana dari neraca massa diketahui bahwa konsentrasi ammonia di gas buang adalah 5000 ppm. Berdasarkan hal tersebut maka harus dilakukan studi untuk memenuhi peraturan dari pemerintah tersebut. Dari hasil studi diputuskan untuk memasang plate heat exchanger di absorbent. Pada kondisi normal operasi, usaha ini bisa menurunkan kandungan ammonia di stack sampai menjadi 450 – 700 .ppm. Dalam perjalanannya, setelah plant shut down pada bulan mei 2006 kandungan ammonia di stack naik menjadi sekitar 1500 -2500 ppm. Dari hasil investigasi masalah diketahui bahwa penyebab naiknya konsentrasi ammonia di gas buang adalah dikarenakan adanya bocoran ammonia di PPV-3202. PPV-3202 adalah valve pengaman ammonia compressor pada saat emergency shut down, pada normal operasi seharusnya menutup penuh. Karena ada bocoran tersebut, maka jumlah ammonia yang ke stack system meningkat sehingga konsentrasi ammonia di gas buang naik. Karena perbaikan PPV-3202 baru bisa dilakukan pada saat plant shut down. Maka selama perbaikan belum bisa dilakukan, upaya yang dilakukan adalah dengan cara mengencerkan absorbent dengan condensate. Hal ini bisa menambah kemampuan melarutkan ammonia di absorber sehingga kandungan ammonia di gas buang turun menjadi sekitar 800 – 1200 ppm, namun pengaruh yang muncul adalah bertambahnya kandungan air di carbamateItem Metanolisis Minyak Sawit Dengan Katalis Enzim Lipase Pseudomonas Cepacia Yang Diimobilisasi(2015-09-26) Melwita, EldaEnzim lipase yang diimobilisasi dari Pseudomonas cepacia dipelajari sebagai katalis dalam reaksi metanolisis minyak sawit. Pemakaian lipase yang diimobilisasi sebagai katalis memudahkan dalam proses pemisahan dan pemurnian produk utama dan produk samping dibandingkan dengan katalis konvensional seperti NaOH atau Na metilat karena tidak ada pembentukan sabun yang biasa terjadi dengan katalis basa. Di samping itu reaksi dapat dijalankan pada temperatur kamar. Aktivitas lipase diamati berdasarkan konversi minyak dengan mengukur perubahan viskositas minyak yang merupakan indikator tercepat untuk mengetahui konversi minyak menjadi metil ester. Variabel proses yang dipelajari adalah perbandingan rasio minyak: metanol dan penambahan air. Kondisi proses terbaik adalah pada rasio molar minyak:metanol sebesar 1:6, jumlah katalis 6.25%, suhu reaksi 35 C, dan penambahan air 12.5%. Pada kondisi ini diperoleh penurunan viskositas minyak sebesar 30.78 cSt dengan waktu reaksi dua jam.Item Model Dan Kinetika Reaksi Belerang Dalam Larutan Kalium Karbonat(2015-09-28) Yuniati, YuyunPotassium sulfate is a kind of manure that commonly used. The making of potassium sulfate has been learned. The method is by oxidizing sulfur suspension in potassium carbonate solution. The problems in that process are feeding and process condition. Next, the simple process is made, by reacting sulfur with potassium carbonate solution before oxidize reaction product (solution) into potassium sulfate. The objective of this research was to learn the model and kinetics reaction of sulfur with potassium carbonate. From this research we get reaction model and kinetics data that we can use for reactor design and (reaction) process. This research is made in batch reactor which we used one-neck flask with heater and stirrer. Pouring 500 ml potassium carbonate into the reactor and being heating until several temperature. Then, 100 gram of sulfur is fed into the reactor and the reaction is run until several time. When the reaction is finish, the mixed solution is filtered and the filtrate is being analyze to obtained S that bind in K2S2O3 and K2S2, then the total conversion is count. From this research we can get some conclusions, that is reaction of sulfur with potassium carbonate is being controlled by chemical reaction regime. This statement is prove with time that sulfur needs for perfect reaction in chemical reaction regime is longer than in diffusion regime. The biggest kinetics constant was in 100 oC temperature, 1.15 N potassium carbonate concentration that is 7.83776 x 10-6 dm/menit. The fastest diffusivity was in 100 oC temperature, 2.11 N potassium carbonate that is 8.55935 x 10-10 dm2/menit.Item Pemanfaatan Batubara Lignit Untuk Bahan Bakar Cair Dengan Proses Liquifaksi(2015-09-28) SunarnoCadangan minyak bumi Indonesia saat ini tidak kurang dari 50 milyar barrel, namun cadangan efektifnya sekitar 1,6 milyar barrel. Cadangan ini diperkirakan akan habis dalam 7 – 8 tahun mendatang dengan tingkat konsumsi saat ini, bila tidak dilakukan ekstensifikasi dan intensifikasi, diversivikasi, konservasi dalam bidang energi. Untuk itu perlu mencari sumber-sumber energi yang terbarukan maupun yang tak terbarukan yang pada saat ini masih kurang atau belum dapat dimanfaatkan secara optimal seperti pemanfaatan batubara. Propinsi Riau merupakan daerah penghasil batubara, tepatnya didaerah Kuantan Singingi. Jumlah cadangan batubara yang ada di daerah ini berkisar 153.217.627 ton. Pada umumnya batubara yang ada ini adalah batubara berkualitas rendah yang termasuk golongan lignit yang mempunyai nilai kalori rendah yaitu 3294 – 6130 kkal/kg, sehingga batubara ini belum dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu perlu teknologi agar nilai ekonomi batubara lignit ini meningkat. Usaha yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah mencairkan batubara lignit ini dengan katalisator CoMo/Al2O3 dan pelarutnya tetralin. Variabel yang diteliti adalah pengaruh suhu dan waktu terhadap hasil cair yang diperoleh Penelitian dijalankan dalam reaktor autoclaf berpengaduk yang dilengkapi mantel pemanas. Proses diatas dilakukan untuk waktu dan suhu yang berbeda – beda yaitu pada kisaran 10 – 50 menit dan suhu 350 – 4500C.Item Pemanfaatan Bentonit Sebagai Adsorben Pada Proses Bleaching Minyak Sawit(2015-09-28) Yusnimar; Purwaningrum, Is sulistyati; Sunarno; Syarfi; DrastinawatiPenelitian tentang pemanfaatan bentonit sebagai adsorben pada proses bleaching minyak sawit telah dilakukan. Proses bleaching minyak sawit mentah (CPO) dilakukan dengan beberapa tahapan proses, yaitu proses aktivasi bentonit, proses penyabunan CPO dan proses bleaching CPO. Bentonit yang digunakan diperoleh dari daerah Lipat Kain Propinsi Riau Daratan. Bentonit yang akan digunakan pada proses bleaching, bentonit dibersihkan dan dihaluskan menjadi ukuran partikelnya 100 mesh dan 200 mesh, kemudian bentonit tersebut diaktivasi dengan menggunakan larutan H2SO4 5% di dalam tangki berbaffle, kemudian dipanaskan pada suhu 110oC sampai beratnya konstan. Sebelum CPO di bleaching, dilakukan proses penyabunan terhadap CPO dengan menggunakan larutan NaOH 10%, untuk memisahkan kotoran dan asam lemak bebas (FFA) dari minyak. Minyak dari hasil proses penyabunan tersebut di bleaching dengan menggunakan bentonit aktif pada suhu 70 – 80oC. Dari hasil proses bleaching diketahui bahwa warna minyak sawit mentah berubah dari berwarna coklat kemerah-merahan dan keruh menjadi kuning muda dan jernih. Variasi ukuran partikel bentonit terhadap warna minyak yang di bleaching tidak terlalu berbeda. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa bentonit asal daerah Lipat kain dapat digunakan sebagai adsorben atau bleaching agent pada proses pembuatan minyak sawitItem Pembuatan Polyol (9,10 Asam Dihydorxy Stearat) Dari Asam Oleat Menggunakan Asam Peroksi Formiat(2015-09-28) Ifa, La; Sabara, Zakir; Sunarno; Susianto; MahfudPolyol merupakan salah satu bahan untuk pembuatan bahan plastik/polymer polyuretan, yang sehari-hari banyak digunakan sebagai busa, isolasi pada pipa, karpet, pengepakan, dan sebagainya yang selama ini diperoleh dari produk turunan minyak bumi. Mengingat minyak bumi merupakan bahan baku yang tidak dapat diperbaharui dan cadangannya terbatas, maka perlu dipertimbangkan bahan baku alternatif yang bersifat dapat diperbaharui (renewable) yakni asam oleat yang berasal dari minyak nabati contoh : minyak sawit merupakan produk unggulan Indonesia yang produksinya terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Polyol berbasis asam oleat (9,10 dihydroxy stearat) dibuat dengan menambahkan asam peroksi kedalam asam oleat disebut sebagai reaksi asam peroksi dengan asam oleat untuk membentuk asam oleat terepoksidasi didalam reaktor teraduk pada suhu 60 oC selama 4 jam dan menambahkan asam oleat terepoksidasi kedalam campuran alkohol, air dan sejumlah katalis asam sulfat dilakukan dalam reaktor teraduk pada suhu 50 oC selama 2 jam supaya membentuk polyol berbasis asam oleat 9,10 didydroksi stearat). Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh mol alkohol pada berbagai jenis alkohol terhadap bilangan hidroksil sehingga diperoleh kondisi yang terbaik untuk pembuatan polyol (9,10 dihydroxy stearat) Hasil penelitian menunjukkan bilangan hidroksil terbesar yakni 130,2 mg KOH/g sampel pada campuran (CH3OH:C3H7OH) dengan rasio mol:1:10Item Pengaruh Suhu Pada Kinetika Reaksi Etanolisis Minyak Jarak Dengan Katalisator Kalium Hidroksid(2015-09-25) BudhijantoSalah satu usaha peningkatan nilai tambah minyak jarak adalah etanolisis untuk menghasilkan gliserol, etil risinoleat, monogliserid, dan digliserid. Gliserol dikenal banyak manfaatnya, sedangkan pemanfaatan etil risinoleat, monogliserid, dan digliserid belum banyak diketahui. Pada penelitian ini, dipelajari pengaruh suhu pada tetapan kecepatan reaksi etanolisis minyak jarak, baik tetapan penyerangan gugus primer maupun gugus sekunder. Katalisator yang dipakai adalah kalium hidroksid. Etanol yang telah mengandung katalisator kalium hidroksid pada konsentrasi tertentu dipanaskan di dalam labu pemanas sampai dengan suhu reaksi. Pada saat yang bersamaan, minyak jarak dipanaskan di dalam sebuah reaktor tangki berpengaduk juga sampai dengan suhu reaksi. Setelah suhu reaksi yang diinginkan tercapai, kedua reaktan direaksikan secara batch di dalam reaktor isotermal.Cuplikan hasil diambil setiap selang waktu tertentu. Data yang dikumpulkan adalah konsentrasi gliserol dan etil risinoelat di dalam hasil pada berbagai waktu reaksi dan suhu. Dari data ini, dapat dihitung nilai tetapan reaksi penyerangan gugus primer dan sekunder pada berbagai suhu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tetapan reaksi penyerangan gugus primer dapat dibedakan terhadap tetapan reaksi penyerangan gugus sekunder. Perhitungan energi aktivasi berdasarkan persamaan Arrhenius memberikan nilai energi aktivasi penyerangan gugus primer kira-kira empat kali energi aktivasi penyerangan gugus sekunder. Hal ini membuktikan bahwa gugus asam lemak sekunder lebih reaktif daripada gugus asam lemak primer.Item Pengaruh Temperatur Dan Konsentrasi Larutan Hcl Terhadap Kecepatan Reaksi Acidizing (Penghancuran Kerak CACO3)(2015-09-28) Dongoran, Japet; Bahri, Syaiful; PadilDalam proses produksi minyak bumi ada kalanya terbentuk kerak (scale) pada formasi dan down hole equipment terutama screen liner. Tentunya hal tersebut akan mengganggu aliran fluida dari reservoir ke well bore, yang pada akhirnya akan menurunkan laju produksi sumur minyak. Untuk menghancurkan scale yang sudah terbentuk tersebut, asam klorida direaksikan dengan scale sehinga scale bisa dibersihkan. Kondisi pengasaman sumur minyak yang dilakukan bisa berbeda-beda, terutama kondisi temperaturnya, karena adanya perbedaan temperatur antara sumur-sumur itu sendiri. Dalam penelitian ini reaksi antara asam hidroklorida dengan scale CaCO3 dilakukan pada temperatur yang berbeda-beda untuk melihat pengaruh temperatur pada kecepatan reaksi pengasaman. Temperatur direaksikan pada kondisi 90 oF, 120 oF, 150 oF dan 180 oF. Selain temperatur variabel yang menjadi bahan penelitian lain di sini adalah konsenrtasi larutan asam yang digunakan untuk menghAncurkan kerak (scale). Konsentrasi asam divariasikan pada konsentrasi 10% berat, 15% berat, 20% berat, 25% berat dan 30% berat. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa semakin tinggi temperature reaksi, maka akan semakin cepat pula kecepatan reaksi acidizing. Dan semakin tinggi konsentrasi asam HCl, maka semakin cepat pula kecepatan reaksi acidizing..Item Penghematan Energi Dengan Refrigeran Hidrokarbon Sebagai Refrigeran Alternatif Pengganti Refrigeran Halokarbon Pada Perangkat Pengkondisian Udara (Air Conditioning)(2015-09-25) Aziz, AzridjalPenggunaan energi pada sistem pengkondisian udara adalah 40% - 50% dari keseluruhan konsumsi energi listrik untuk suatu bangunan. Penghematan dapat dilakukan dengan perubahan perilaku dalam menggunakan pengkondisian udara, modifikasi sistem dan tertama dengan meretrofit sistem pengkondisian udara yang menggunakan refrigeran halokarbon (R-12 dan R-22). Refrigeran halokarbon banyak digunakan pada siklus kompresi uap, memiliki kemampuan teknis cukup baik, tingkat racun dan tingkat mampu nyalanya rendah. Pertengahan tahun 1970-an diketahui bahwa klorin dari refrigeran halokarbon yang terlepas ke lingkungan dapat merusakkan lapisan ozon di stratosfir dan menimbulkan efek rumah kaca, sehingga pemakaiannya harus dihentikan dan sebagai penggantinya digunakan refrigeran hidrokarbon (HCR-12 dan HCR-22). Refrigeran hidrokarbon sebagai alternatif pengganti refrigeran kelompok halokarbon memiliki keunggulan yaitu ramah lingkungan (efek perusakkan ozon nol dan efek pemanasan globalnya kecil dan dapat diabaikan karena bersumber dari gas alam), dapat digunakan sebagai pengganti langsung pada mesin refrigerasi tanpa penggantian kompresor (drop in substitute), lebih hemat energi listrik, karena masa refrigeran yang digunakan lebih sedikit dibanding halokarbon. Uraian dalam tulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi yang memadai sehingga mendorong penggunaan refrigeran hidrokarbon di Indonesia dan diharapkan dapat menjadi pedoman dalam melakukan konservasi (penghematan) energi listrik untuk turut menyukseskan program penghematan energi nasional yang telah dicanangkan pemerintah.